TEMPO.CO, Bandung - Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Jawa Barat Rosmaya Hadi K mengatakan, pelambatan perekonomian di Jawa Barat tercermin dalam kinerja perbankan dan sistem pembayaran. “Ada pertumbuhan tapi melambat,” kata dia saat merilis perkembangan perekonomian Jawa Barat di Semester II di kantor Bank Indonesia Jawa Barat di Bandung, Kamis, 8 September 2016.
Bank Indonesia Jawa Barat mencatat pertumbuhan kredit turun. Pada Triwulan II 2016 tercatat pertumbuhannya menembus 7,69 persen, menurun pada Juli 2016 menjadi tumbuh 6,83 persen. Rosmaya mewanti-wanti pelambatan itu yang diikuti dengan menurunnya kualitas kredit dengan naiknya indikator NPL.
Indikator NPL seluruh kredit naik, pada Triwulan II 2016 tercatat 3,51 persen pada Juli 2016 naik menjadi 3,55 persen. Mayoritas indikator NPL kredit yang disalurkan perbankan naik, kecuali kredit investasi yang mencatatkan penurunan dari 4,65 persen di Triwulan II 2016 menjadi 4,45 persen di Juli 2016. Sisanya naik, yakni NPL kredit kmodal kerja dari 4,54 persens di Triwulan II 2016 menjadi 4,66 persen di Juli 2016, serta kredit konsumsi dari 1,89 persen menjadi 2,02 persen. “NPL meningkat walaupun masih di bawah 5 persen, masih aman, tapi kita mewaspadai, dalam arti ini warning,” kata Rosmaya.
Rosmaya mengatakan, kondisi sebaliknya terjadi pada kredit yang ditujukan usaha kecil menengah atau UMKM yang mencatatkan tren naik. Pada Juli 2016 kredit UMKM tumbuh 9,36 persen, naik dibandingkan pertumbuhannya di Semester 1 tahun ini 8,64 persen. Tren itu juga di ikuti perbaikan kualitas kredit dengan turunnya NPL kredit untuk sektor UMKM dari 6,33 persen pada Semester 1 tahun ini turun menjadi 5,49 persen pada Juli 2016. “Untuk UMKM positif, berarti ada pergerakan yang menggerakkan sektor real,” kata dia.
Sebaliknya kredit perbankan yang ditujukan pada korporasi di Jawa Barat tumbuh, tapi melambat. Pada Triwulan II 2016 tumbuh 8,13 persen, pada Juli 2016 tumbuh lebih rendah menjadi 4,39 persen. Kualitas kredit korporasi juga menurun dengan naiknya indikator NPL dari 4,73 persen di Triwulan II 2016 menjadi 4,77 persen di Juli 2016.
Rosmaya mengatakan, hal ini akan dibicarakan bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Jawa Barat. “Dengan NPL yang mulai naik walaupun masih di bawah 5 persen ini perlu kita dalami dengan pemangku kepentingan lain seperti OJK, apakah ini ada sesuatu yang signifikan atau hanya temporer,” kata dia.
Bank Indonesia Perwakilan Jawa Barat mencatat aset perbankan di Jawa Barat juga mengalami pelambatan. Pada Triwulan II 2016 pertumbuhan aset tercatat 7,69 persen, sementara Juli 2016 hanya tumbuh 7,18 persen. Pertumbuhan dana pihak ketiga di perbankan Jawa Barat juga mengalami pelambatan, pada Triwulan II 2016 tumbuh 8,57 persen dan Juli 2016 tumbuh 8,27 persen. Sementara indikator likuiditas perbankan Jawa Barat atau LDR pada Triwulan II 2016 mencapai 91,01 persen, sedangkan pada Juli 2016 89,06 persen.
Pelambatan juga terlihat dari turunnya aktivitas transaksi sistem pembayaran. Sistem Kiring Nasional Bank Indonesia (SNBI) mencatat transaksi keuangan ritel pada Agustus 2016 mencapai 20,5 triliun, dengan rata-rata Rp 800 juta sehari, turun dibandingkan rata-rata transaksi Triwulan II 2016 mencapai 1,09 triliun sehari. Kendati demikian, volume perputaran uang antar bank di Jawa Barat
Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jawa Barat, Suko Wardoyo mengatakan, Bank Indonesia masih optimisi situasi bakal membalik. “Mungkin masih ada leg antara sektor keuangan dengan sektor real yang indikatornya menunjukkan terus meningkat,” kata dia, Kamis, 8 September 2016.
Suko mengatakan, dampak membaiknya sektor real itu butuh waktu untuk melihat dampaknya di sektor keuangan. “Harusnya September ini sudah mulai naik. Data yang kita miliki baru sampai Juli,” kata dia.
Menurut Suko, kondisi perbankan di Jawa Barat masih lebih baik dibandingkan kondisi perbankan nasional. “Kalau kita hitung year to date, artinya posisi outstanding krecti pada Desember 2015 dengan Juli 2016, kalau nasional itu negatif, posisi Juli lebih rendah. Kalau Jawa Barat masih naik, posisi Juli masih lebih tinggi. Artinya posisi perbankan di Jawa Barat dibandingkan nasional masih lebih bagus,” kata dia.
Suko mengatakan, naiknya indikator NPL juga relatif normal ditengah situasi pelambatan ekonomi. Dia optimis paket kebijakan deregulasi yang diterbitkan pemerintah dengan kebijakan pelonggaran persyaratan sejumlah kredit yang dirilis Bank Indonesia akan mendorong pertumbuhan ekonomi. “Dampaknya memang tidak langsung, instan. Tapi mestinya masyarakat kalau melihat bagaimana pemerintah mengelola perekonomian, ada rasa optimis pada ekonomi kita ke depan,” kata dia.
AHMAD FIKRI