TEMPO.CO, Jakarta - Tren busana muslim di Tanah Air yang semakin menggeliat menjadi berkah bagi pengusaha konfeksi. Farida Basamalah, pemilik usaha konfeksi busana muslim Familita, turut merasakan manisnya bisnis busana muslim.
Usaha yang dirintis empat tahun lalu itu mampu menghasilkan Rp 250 juta setiap bulan. Pabrik konfeksi yang terletak di Jalan Granting Baru Tengah, Simokerto, Surabaya, ini mempekerjakan 20 karyawan pria dan wanita.
Bisnis konfeksi ini berawal dari keinginan perempuan 55 tahun tersebut untuk membantu menafkahi keluarga setelah suaminya pensiun. Farida ikut kursus menjahit di Kelurahan Simokerto, yang digelar Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapemas) Surabaya.
Setelah kursus, Farida bingung mau bikin apa. "Setelah kursus yang kedua, saya putuskan memproduksi jilbab," katanya. Bapemas Surabaya memberi bantuan dua mesin jahit. Farida lantas mencari bahan kain murah di Pasar Kapasan.
Produksi pertama dia pasarkan ke tetangga. Kelompok pengajian kemudian memesan 110 kerudung dengan harga Rp 15 ribu per potong. Pada 2012, Bapemas mengajak Farida pameran di Royal Plaza. Hari pertama pameran, Farida membawa seratus helai kerudung.
Ditanya nama unit usahanya apa, Farida bingung. “Akhirnya pakai Familita," ujarnya. Familita merupakan gabungan nama Farida, Mega, Neli, dan Utami Sita. Tiga nama terakhir adalah anak perempuannya.
Dagangannya ludes dalam dua jam. Dalam enam hari pameran, Farida meraup Rp 18 juta. Seusai pameran, produksi jilbab Familita vakum. Hingga suatu hari, saat ada pameran di Royal Plaza, seorang pembeli memesan 900 jilbab.
Ia menawarkan harga Rp 20 ribu per potong dengan persekot Rp 8 juta. Syaratnya, mesti kelar sepuluh hari. "Saya iyakan saja," tuturnya. Modal Farida hanya nekat. Dia baru punya dua mesin jahit. "Akhirnya dipinjamkan mesin jahit oleh tetangga.”
Uang muka pesanan ia belikan dua mesin lagi. Pesanan beres dalam sepuluh hari. "Saya untung Rp 3 juta dan beli mesin jahit lagi,” ucapnya.
KHAIRUL ANAM | ARTIKA FARMITA | MOHAMMAD SYARRAFAH (SURABAYA)