TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi menjadi kementerian terendah dalam menyerap anggaran pada triwulan III tahun ini. Data Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menunjukan kementerian yang digawangi oleh Marwan Jafar itu cuma menyerap anggaran sebesar sepuluh persen. “Kemendes ada di posisi terbawah di banding kementeran lain,” ujar Sekretaris Jenderal Fitra, Yenni Sucipto, saat ditemui di Bakoel Coffee, Cikini, Rabu, 16 Desember 2015.
Serapan rendah tersebut, ujar Yenni, di samping karena keterlambatan APBNP yang baru rampung awal tahun ini, juga karena adanya aturan yang tumpang tindih dengan instansi lain. Misalnya, Kementerian Dalam Negeri memiliki sejumlah aturan untuk wilayah kabupaten dan desa.
Padahal, menurut Yenni, yang menjadi leader pemberdayaan desa adalah Kementerian Desa. “Sehingga seringkali bertabrakan aturan di pusat maupun daerah. Program jadi tak berjalan optimal.”
Fitra juga menyoroti dana desa yang belum optimal per Oktober tahun ini. “Dana desa lambat. Baru 47,49 persen yang baru tersalurkan,” ujar Yenni.
Tersumbatnya dana desa, menurut Yenni, lantaran pemerintah daerah belum siap dengan peraturan daerah serta formulasi peraturan yang belum adil. “Pemerintah desa juga yang menjadi korban buruknya tata kelola pemerintah pusat dan daerah,”katanya.
Salah satu Kementerian lain yang juga memiliki rapor buruk dalam menyerap anggaran adalah Kementerian Dalam Negeri. Data Fitra menyebut, kementerian ini hanya menyerap sekitar 19 persen. Sedangkan serapan paling baik dipegang oleh Kementerian Sosial yaitu 70 persen. “Kemensos belanjanya cukup baik karena adanya Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Indonesia Pintar,”ujarnya.
DEVY ERNIS