TEMPO.CO, Jakarta - Di sela pertemuan tingkat menteri Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) di Manila, Filipina, Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong menegaskan keinginan Indonesia masuk Trans Pacific Partnership (TPP). Lobi dengan beberapa negara anggota pun dilancarkannya.
"Bergabung dengan TPP merupakan pilihan yang harus diambil Indonesia agar Indonesia dapat menjadi negara first class," kata Lembong melalui siaran persnya, Jumat, 20 November 2015.
Masuknya Indonesia ke TPP, menurut Lembong, perlu dilakukan untuk menjaga daya saing produk Indonesia dan akses pasar ke negara-negara anggota. "Kebijakan ini diambil karena negara-negara pesaing Indonesia akan memiliki keunggulan akses pasar dibanding Indonesia ketika TPP masuk ke tahap implementasi,” ucapnya.
Setelah Presiden Joko Widodo menyampaikan niat bergabung dengan TPP secara langsung kepada Presiden Amerika Serikat Barack Obama dalam beberapa waktu lalu, kini Lembong melanjutkan lobi ke negara anggota TPP lain. Sejauh ini, semua berjalan lancar. Pernyataan Lembong disambut baik Malaysia, Australia, dan Singapura yang telah bergabung dengan TPP.
Rampungnya perundingan TPP, menurut Lembong, telah memberikan tekanan bagi Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) untuk segera menyelesaikan modalitas perundingannya. Perundingan RCEP yang seharusnya selesai pada akhir 2015 akhirnya diperpanjang sampai 2016. "RRT (Republik Rakyat Tiongkok), sebagai perekonomian terbesar dalam RCEP, harus menunjukkan kepemimpinannya dan mengarahkan perundingan menjadi lebih ambisius," ujarnya.
Cina sebagai produsen terbesar di dunia dan mitra dagang utama bagi lebih dari 120 negara, tutur Lembong, telah memberikan tekanan bagi negara mitra dagangnya, terutama terkait dengan trade balance dan nilai mata uang."Di Indonesia, nilai impor dari RRT yang begitu besar menimbulkan sentimen negatif pada perundingan perdagangan dengan negara tersebut," katanya.
Sekadar informasi, Badan Pusat Statistik baru merilis data, sepanjang Januari-Oktober 2015, nilai impor dari Cina melonjak drastis sebesar 64,39 persen menjadi US$ 23,8 miliar dari tahun lalu hanya US$ 14,5 miliar. Hal itu membuat jarak defisit perdagangan Indonesia dengan Negeri Tirai Bambu semakin lebar. Kurang dua bulan dari tutup tahun, defisit neraca perdagangan Indonesia dengan Cina sudah US$ 12,8 miliar.
Selain dengan tiga negara anggota TPP, Lembong mengadakan pertemuan bilateral dengan delegasi dari delapan negara lain. Mereka adalah Taiwan, Rusia, Cina, Peru, Kanada, Amerika Serikat, Hong Kong, dan Thailand. Pertemuan tersebut dilaksanakan dalam rangka meningkatkan hubungan ekonomi dan perdagangan serta membahas isu-isu kerja sama
perdagangan regional.
Pada 2014, total nilai perdagangan Indonesia dengan sebelas perekonomian tersebut mencapai US$ 182,1 miliar dan total nilai investasi di Indonesia sebesar US$ 11,6 miliar.
Secara umum, Lembong membahas posisi Indonesia terkait dengan perundingan kesepakatan regional, terutama perkembangan RCEP dan kontribusi Indonesia dalam APEC. Terhadap isu ini, Lembong berpendapat bahwa hal ini dapat diatasi dengan pendekatan di bidang moneter dan investasi. Cina dapat meningkatkan liquidity support dengan menggunakan mata
uang lokal negara masing-masing untuk pembayaran perdagangan.
PINGIT ARIA