TEMPO.CO, Jakarta-Ambisi Indonesia untuk mengalahkan Malaysia sebagai pusat keuangan syariah di Asia makin berat. Selain karena industri perbankan syariah Indonesia sedang melemah, pemerintah Malaysia memberikan berbagai kemudahan dan insentif kepada pelaku keuangan syariah.
Jumat pekan lalu misalnya, pemerintah Malaysia mengumumkan keringanan pajak lebih lanjut untuk penerbitan obligasi syariah alias sukuk. The Straits Times yang mengutip Bloomberg, Rabu, 28 Oktober 2015, menyebut Indonesia kalah agresif dalam pengembangan industri keuangan syariah dibandingkan Malaysia.
Dengan jumlah penduduk muslim terbesar, seharusnya Indonesia bisa menjadi pusat industri keuangan terbesar di Asia. Tapi, kinerja perbankan syariah Indonesia tahun ini menurun. Sebaliknya, perbankan syariah di Malaysia menunjukkan peningkatan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan aset perbankan syariah hingga Agustus 2015 turun 27 persen menjadi Rp 200 triliun (US$ 20,5 miliar). Sementara itu, perbankan syariah Malaysia untuk periode yang sama naik 13,7 persen menjadi RM 672,6 miliar (S$ 219,8 miliar atau sekitar Rp 2.143 triliun).
Abas A. Jalil, CEO Amanah Capital Group mengatakan pemerintah Malaysia, yang secara kontinyu memberikan insentif, menjadi kunci keberhasilan pertumbuhan industri keuangan syariah. "Kami belum melihat keseriusan pemerintah Indonesia dalam memberikan insentif kepada pelaku keuangan syariah," katanya.
Bloomberg melaporkan, Indonesia dan Malaysia tengah menggenjot investasi dari penjualan sukuk untuk sektor infrastruktur. Namun Malaysia dinilai selangkah lebih maju dalam mendorong penjualan sukuk untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur. Dalam anggaran 2016, pemerintah Malaysia akan memberikan pembebasan pajak untuk penerbitan obligasi syariah.
Kepala Perencanaan Strategis OCBC Al-Amin Bank Alhami Abdan mengatakan perbankan syariah di Malaysia juga menghadapi tantangan berat. Namun, perbankan syariah mampu bertumbuh lebih baik dibandingkan dengan konvensional. Hal itu terlihat dari aset perbankan syariah yang naik 8 persen di semester pertama 2015 dibandingkan bank konvensional yang naik 4 persen.
Alhami mengungkapkan Indonesia dan Malaysia sama-sama kesulitan untuk mewujudkan mega bank syariah. "Tahun depan merupakan periode yang penuh tantangan bagi industri keuangan syariah global. Khusus untuk Indonesia, potensi pertumbuhan keuangan perbankan syariah cukup besar," ucapnya.
SETIAWAN ADIWIJAYA