TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Keuangan tengah memburu 4.000 ribuan perusahaan penanaman modal asing pengemplang pajak. "Ternyata kita punya data, banyak PMA wajib pajaknya yang jumlahnya di atas 4.000, yang tidak pernah bayar pajak dalam waktu yang panjang," kata Bambang di tengah acara serah terima kapal patrol cepat BC 60001 di galangan kapal PT Dumas Tanjung Perak Shipyards, Surabaya, Jumat, 23 Oktober 2015.
Bambang mengungkapkan, rata-rata PMA mangkir membayar pajak lebih dari 10 tahun, bahkan 20 tahun. Modus penunggakan pajak pun beragam. “Utamanya dengan transfer pricing atau penggelembungan biaya. Mayoritas modal asing beralasan mengklaim mengalami kerugian padahal sehat-sehat saja,” ujarnya.
Praktik-praktik itu, kata dia, tentu merugikan negara. Oleh karena itu dia berharap dengan adanya penertiban besar-besaran, PMA akan patuh dengan aturan yang ada di Indonesia. Itu dilakukan untuk menjaga kewibawaan pemerintah, khususnya bangsa Indonesia.
"Tidak pantas juga bila ada wajib pajak yang berleha-leha dengan tidak membayar pajak. Sebab hal itu menurunkan kewibawaan bangsa, sedangkan yang lain patuh dengan pajak," katanya.
Sejak awal, pemerintah menyatakan bersikap terbuka dan ingin mengundang investor asing. Namun pihaknya menegaskan, mereka juga harus mematuhi peraturan. Bambang khawatir, timbul rasa ketidakadilan dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang mayoritas tertib bayar pajak. "Mekanismenya kami panggil dan sebelumnya kami imbau. Sebab kita sudah punya daftar PMA yang tidak membayar pajak," katanya.
Untuk itu, Ditjen Pajak bakal berkoordinasi dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk menertibkan PMA yang banyak menunggak pajak. Jika perlu, kata dia, akan diusir. Meskipun Bambang belum tahu pasti jumlah kerugian akibat penunggak pajak asing itu. “Saya belum tahu persis, karena jumlahnya banyak dan sampai puluhan tahun.”
ARTIKA RACHMI FARMITA