TEMPO.CO, Jakarta - Jelang berakhirnya masa pemberhentian sementara izin (moratorium) kapal eks asing pada akhir Oktober tahun ini, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti berniat menutup pintu bagi kapal eks asing, kapal asing, maupun investor asing di sektor perikanan tangkap untuk selamanya. "Tidak boleh lagi ada kapal asing di laut kita. Yang ada hanya kapal nelayan lokal," ujar Susi kepada Tempo kemarin, Ahad, 10 Oktober 2015.
Aturan moratorium pertama kali diterapkan pada 3 November 2014 melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2014 tentang Moratorium Kapal Eks Asing. Beleid tersebut kemudian diperpanjang enam bulan hingga akhir bulan ini. Bukan tanpa alasan Susi mengusir armada eks asing dari perairan Nusantara. Menurut dia, perlindungan sektor perikanan tangkap dilakukan demi membenahi masalah illegal fishing yang menghantui kedaulatan Indonesia. Segudang modus dilakukan pemilik kapal eks asing untuk mengeruk sumber daya laut Indonesia. “Banyak kapal eks asing yang disulap menjadi kapal lokal. Ketika moratorium, kapal-kapal itu pulang ke Cina, Thailand, padahal mereka pakai bendera Indonesia," ujarnya.
Maraknya aksi illegal fishing yang dilakukan oleh kapal eks asing itu membuat Susi senewen. Dia pun mengusulkan kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal supaya memasukkan sektor perikanan tangkap ke dalam Daftar Negatif Investasi bagi asing.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan Narmoko Prasmadji menimpali jelang berakhirnya masa moratorium, Kementerian Kelautan juga bakal melakukan berbagai pembenahan, seperti mengatur zonasi serta kuota tangkap. Aturan tersebut perlu diterapkan sebagai upaya menjaga keberlangsungan sumber daya laut. Nantinya, dia mengimbuhkan, nelayan tidak boleh lagi menangkap ikan di zona yang dijaga ketat seperti wilayah laut di bawah 12 mil dari tepi pantai. Sebab, ujar dia, di zona tersebut paling banyak ditempati oleh bibit atau telur ikan. "Jadi harus diatur dan dibatasi, sebab kalau tidak bakal habis," dia menjelaskan.
Sebagai kompensasi dari aturan-aturan yang dibuat, Narmoko mengatakan Kementerian bakal lebih banyak mengucurkan dana kepada pemangku kepentingan, seperti nelayan dan pembudidaya. Sekitar 67 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016 milik Kementerian Kelautan rencananya akan dialirkan ke masyarakat. Salah satu bentuk adalah dengan menyediakan 4 ribu kapal bagi nelayan dengan dana sekitar Rp 4,7 triliun. "Selain itu anggaran untuk menanam mangrove dan alat tangkap ramah lingungan juga kami perbesar," ujarnya.
Ketua Tim Satuan Tugas Anti Illegal Fishing Mas Achmad Sentosa menyebutkan selama masa moratorium ini timnya telah menyelesaikan analisis dan evaluasi terhadap 1.132 kapal dan 187 pemilik kapal. Hasilnya, semua kapal eks asing terbukti melakukan pelanggaran. "Seratus persen ada pelanggaran operasional. Hanya tingkatannya saja yang berbeda-beda," ujar Achmad.
Tingkatan pelanggaran kapal eks asing, ia menjelaskan, terdiri atas dua, yaitu ringan dan berat. Adapun pelanggaran yang dilakukan mulai dari tidak menyalakan sistem pengawasan kapal Vessel Monitoring System hingga mempekerjakan awak kapal asing. Achmad mengatakan banyak hal yang perlu diperbaiki setelah moratorium, di antaranya memperbaiki sistem pengawasan kapal, pelaporan hasil tangkapan, pengawasan kapal, serta perizinan kapal. "Selama ini masih lemah, sehingga menyebabkan terbukanya peluang bagi illegal fishing."
DEVY ERNIS