TEMPO.CO, Jakarta - Walau sering dinyatakan bahwa pelemahan rupiah bukan "monopoli" Indonesia karena juga terjadi di negara-negara lain, pemerintah diminta melakukan terobosan untuk mendorong kestabilan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
"Ini sudah lampu kuning sebenarnya buat kita dan tentunya kita sangat mengharapkan pemerintah bisa melakukan terobosan bagaimanan supaya nilai tukar ini tidak bergerak naik," kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman, dalam acara yang digelar Badan Koordinasi Penanaman Modal, di Jakarta, Jumat, 25 September 2015.
Ia mengatakan pengeluaran perusahaan akan semakin berat, terutama untuk belanja modal, lantaran pelemahan nilai tukar rupiah terus terjadi. Kebanyakan barang modal dan peralatan modal industri Indonesia diimpor.
"Rupiah ini, khususnya bagi industri makanan-minuman, sangat terasa. Bahan baku masih banyak yang bergantung pada impor. Ini yang jadi masalah," ujarnya. "Bukannya kami senang impor, tapi terpaksa karena tidak tersedia dalam negeri mutu maupun dari segi ketersediaan jumlah ya," tuturnya.
Dalam keadaan daya beli melemah saat ini, dia menyatakan, "Ini mau tidak mau kami bertahan. Kami tidak bisa menaikkan harga jual karena kondisi ekonomi, juga daya beli, melemah. Kalau dinaikkan harganya, kami juga yang akan makin berat," ujarnya.
Sebelumnya, nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Jumat pagi ini bergerak melemah sebesar 15 poin menjadi 14.695 dibanding posisi sebelumnya, 14.680 per dolar AS.
"Nilai tukar rupiah kembali bergerak terdepresiasi terhadap dolar AS menyusul belum ada momentum positif, di antaranya proyeksi perekonomian Indonesia yang masih akan melambat," kata Kepala Riset NH Korindo Securities Indonesia, Reza Priyambada, di Jakarta.
Ia mengemukakan pernyataan Bank Indonesia yang memprediksi kondisi ekonomi Indonesia sampai semester pertama 2016 belum menunjukkan perbaikan menyusul neraca transaksi berjalan dan neraca pembayaran Indonesia yang masih defisit.
"Harapan perbaikan ekonomi masih minim sehingga membuat laju nilai tukar rupiah cenderung berada di area negatif. Intervensi pasar BI pun diperkirakan hanya bersifat jangka pendek sepanjang belum ada kabar positif dari kinerja pemerintah terutama dalam menyerap anggaran belanja infrastruktur," katanya.
ANTARA