TEMPO.CO, Surabaya – Anak perusahaan PT Perkebunan Nusantara (Persero) X, PT Energi Agro Nusantara (Enero), menandatangani kontrak jual-beli produk bioetanol dengan PT Total Oil Indonesia, yang merupakan sektor hilir dari Total Group.
Penjualan bioetanol sebesar 135 ribu liter ini setelah ditandatanganinya kontrak kerja sama PTPN X dengan sejumlah pihak yang telah membeli bioetanol, seperti PT Pertamina (Persero) serta perusahaan asal Filipina dan Singapura.
Baca Juga:
“Penjualan ini membuktikan produk bioetanol kami secara bertahap terus mendapat kepercayaan pasar untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri,” ujar Direktur Utama Enero Misbahul Huda melalui siaran persnya, Senin petang, 31 Agustus 2015.
Enero mengolah limbah cair tebu (tetes/molasses) dari pabrik gula PTPN X menjadi bioetanol. Pabrik bioetanol Enero didirikan terintegrasi dengan Pabrik Gula Gempolkrep di Mojokerto, Jawa Timur. Bioetanol fuel grade kualitas tinggi dengan tingkat kemurnian minimal 99,5 persen dihasilkan dari sana dan lebih ramah lingkungan.
Kerja sama dengan Total, menurut Misbahul, diharapkan saling menguntungkan. Enero bisa menjual bioetanolnya, sementara Total dapat memenuhi instruksi pemerintah untuk blending bioetanol ke bahan bakar minyak yang diproduksi. “Ke depan, kerja sama bisa diperluas, termasuk untuk peningkatan volume penjualannya,” ucapnya.
Menurut Misbahul, pasar bioetanol dalam negeri masih sangat besar seiring dengan adanya kewajiban bagi penyedia bahan bakar minyak melakukan pencampuran (blending) dengan bahan bakar nabati, seperti bioetanol. Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2013 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati sebagai Bahan Bakar Lain, telah diatur kewajiban untuk blending bahan bakar minyak dengan biofuel, yaitu biodiesel dan bioetanol.
Pemerintah menetapkan pemanfaatan bahan bakar nabati untuk tiga sektor, yaitu transportasi public service obligation (PSO) atau bahan bakar bersubsidi, transportasi non-PSO (bahan bakar nonsubsidi), serta industri dan komersial. Pada 2015, target pemanfaatan bioetanol bahan bakar nabati untuk bahan bakar minyak bersubsidi sebesar 1 persen, nonsubsidi 2 persen, serta industri dan komersial 2 persen.
Produksi bioetanol merupakan upaya meningkatkan nilai tambah pabrik gula. Bioetanol ke depan bisa menjadi salah satu penopang pendapatan industri gula di tengah pergerakan harga gula yang sering fluktuatif. “Hampir semua industri gula di luar negeri, seperti Thailand, India, dan Brasil, sudah menggarap bioetanol. Ke depan, kami akan terus memperluas pemasaran produk bioetanol kami,” tutur Misbahul.
ARTIKA RACHMI FARMITA