Sedangkan PO Efisiensi sudah membuka pemesanan tiket online sejak Juli tahun lalu. Namun, kata pemilik Efisiensi, Teuku Erry, sistem itu tidak berjalan karena ditolak awak bus. Para awak menolak karena sistem online mengurangi pendapatan mereka, yang kerap mengangkut penumpang di jalan.
Erry mengakui, biasanya para awak bekerja sama dengan calo untuk memblok kursi yang masih tersedia atau menaikkan penumpang tanpa terdeteksi manajemen. “Capek. Kami berhadapan dengan preman,” kata Erry. Puncaknya, pada April lalu, awak bus Efisiensi trayek Yogyakarta-Purwokerto-Cilacap-Purbalingga mogok kerja dan meminta penghentian sistem online.
Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, pesimistis operator bus bisa menerapkan sistem online. Apalagi jumlah perusahaan bus cukup banyak sehingga susah ditertibkan. Berbeda dengan kereta api yang operatornya cuma satu atau pesawat yang hanya puluhan. “Mungkin bisa, jika ada satu perusahaan tersendiri yang mengelola tiket online dan menggabungkan kepentingan semua operator bus itu."
KHAIRUL ANAM