TEMPO.CO, Bengkulu - Harga jengkol yang selangit ternyata tidak menyurutkan minat pembeli. Sebagian masyarakat Bengkulu rela menguras kantong lebih dalam demi dapat menikmati makanan berbahan jengkol. Padahal harga jengkol kini mencapai Rp 45 ribu per kilogram, jauh lebih tinggi ketimbang harga ayam sebesar Rp 34 ribu per kilogram.
"Gulai ayam semakin enak kalau dicampur dengan jengkol," kata Endang, 32 tahun, pembeli di Pasar Panorama, Kota Bengkulu, saat ditemui sedang berbelanja pada Rabu, 10 Juni 2015.
Desma, pedagang jengkol Pasar Panorama, menuturkan dagangannya selalu habis kendati kini harganya selangit. Hanya saja, kelangkaan komoditas ini membuat pendapatannya berkurang.
"Padahal yang cari banyak. Jika ada, pasti dibeli. Tapi, karena tidak ada stok, apa yang mau kita jual," ucap Desma saat ditemui, Rabu.
Menurut dia, saat ini bukan musim jengkol, sehingga para pedagang kesulitan mendapatkan stok. Jika ada stok dari daerah, biasanya jengkol-jengkol tersebut langsung dibawa ke Jakarta.
Desma berujar, untuk mendapatkan satu karung jengkol saat ini susah. Kalaupun ada, harganya sangat mahal. Meski begitu, dia tetap membeli untuk memenuhi permintaan para pelanggannya yang sebagian besar adalah rumah makan. Untuk jengkol tua dijual seharga Rp 45 ribu per kilogram, sementara jengkol muda Rp 30 ribu per kilogram.
Pemilik rumah makan yang menjadi pelanggan Desma, Rudianto, mengaku jengkol adalah salah satu menu favorit di rumah makannya. Maka, sekali pun harganya mahal, dia selalu berusaha menyajikan menu gulai jengkol atau sambal jengkol.
"Bila harga jengkol sedang mahal seperti ini, biasanya saya mencampurnya dengan bahan lain, seperti sambal jengkol saya tambah dengan tempe atau kentang," kata Rudi.
PHESI ESTER JULIKAWATI