TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan Program Bina Lingkungan (PBL) Badan Usaha Milik Negara Peduli menuai sejumlah masalah. BPK juga mengindikasikan kerugian negara di program cetak sawah sebesar Rp 208, 68 miliar, penanaman sorgum sebesar Rp1,45 miliar, dan pembibitan sapi senilai Rp 1,68 miliar. Sedangkan dari sisi potensi kerugian negara, program pengembangan sorgum mencapai Rp 9,97 miliar dan pembangunan rusunami sebesar Rp 4,22 miliar.
Pekan lalu Ketua BPK Harry Azhar menyebutkan di program BUMN Membangun Desa yang meliputi delapan sektor kegiatan sejak 2012, sebagian besar tidak mencapai tujuan. Program tersebut lantas dialihkan ke program cetak sawah, pengembangan sorgum, pembibitan sapi dan pembangunan rusunami. “Tapi nyatanya program ini juga tidak sesuai dengan tujuan.” Lokasi indikasi kecurangan dideteksi tersebar di daerah Provinsi DKI Jakarta, Banten, Kalimantan Barat, Maluku Utara, Aceh, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Program Bina Lingkungan BUMN sebetulnya bukan hal baru. Pada 2003, Kementerian BUMN yang waktu itu dipimpin Laksamana Sukardi menerbitkan keputusan nomor KEP-236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungkan (PKBL).
Program ini terdiri dari dua kegiatan yaitu program perkuatan usaha kecil melalui pemberian pinjaman dana bergulir dan pendampingan (disebut Program Kemitraan) serta program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat sekitar (disebut Program Bina Lingkungan). Program PKBL merupakan formulasi pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) bagi BUMN atau perusahaan yang operasionalnya tidak berhubungan langsung dengan pemanfaatan sumber daya alam seperti perbankan, telekomunikasi dan sebagainya.
Dalam pasal 8 beleid tersebut disebutkan dana program kemitraan bersumber dari penyisihan laba setelah pajak sebesar 1 - 3 persen. Dana juga bisa diambil dari hasil bunga pinjaman; bunga deposito; dan atau jasa giro dari dana Program Kemitraan setelah dikurangi beban operasional; serta Pelimpahan dana Program Kemitraan dari BUMN lain, jika ada. Sedangkan sumber dana program Bina Lingkungan antara lain berasal dari penyisihan laba setelah pajak maksimal sebesar satu persen; Hasil bunga deposito dan atau jasa giro dari dana Program Bina Lingkungan.
Penerbitan Keputusan Menteri BUMN ini mengacu pada Keputusan Menteri Keuangan yang dikeluarkan jauh sebelum itu. Pada 1996, Menteri Keuangan Mar'ie Muhammad merilis Peraturan Menteri Keuangan nomor 60/KMK.016/1996. Di peraturan inilah, sumber besaran dana program CSR diatur.
Pada 2007, pemerintah menerbitkan peraturan pelaksanaan CSR kepada perseroan, melalui Undang-Undang No. 40 tahun 2007 pasal 74 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) dan Undang-Undang No. 25 tahun 2007 pasal 15(b) dan pasal 16 (d) tentang Penanaman Modal (UU PM).
Dengan adanya dua peraturan ini, program CSR yang semula hanya dilakukan BUMN, juga bisa dibuat oleh pihak swasta. Setiap perseroan atau penanam modal diwajibkan untuk melakukan sebuah upaya pelaksanaan tanggung jawab perusahaan yang telah dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan. Kebijakan ini juga mengatur sanksi bagi perusahaan yang tidak menjalankan kewajiban tersebut.
Di kedua peraturan itu, kegiatan program CSR pun beragam, tidak hanya terbatas pada program sosial maupun secara ekonomi. Ada beberapa bidang lain yang dapat dijadikan sasaran pertanggungjawaban sosial perusahaan seperti, sosial, pendidikan, dan lingkungan.
PRAGA UTAMA | BERBAGAI SUMBER