TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Bachrul Chairi membantah jika pemerintah dianggap gagal dalam pelaksanaan Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA).
Seperti dikutip dari The Yomiuri Shimbun, seorang sumber dari industri otomotif Jepang menuduh Indonesia melanggar perjanjian yang diatur dalam IJEPA. Sumber tersebut mengklaim Indonesia belum menurunkan tingkat tarif impor pada mobil dari Jepang sesuai ketentuan yang sudah disepakati bersama. Indonesia dianggap gagal menghormati kesepakatan dalam perjanjian kemitraan ekonomi bilateral.
Menanggapi pemberitaan tersebut, Bachrul Chairi menilai bahwa koran Yomiuri Shinbun mengeluarkan berita yang salah. Dalam pemberitaan tersebut, pemerintah dianggap gagal melaksanakan perjanjian IJEPA karena tidak melakukan penurunan tarif bea masuk untuk otomotif completely build up (CBU) berkapasitas 1.500-2.500 cc.
“Dalam beritanya seolah-olah bea masuk dalam kesepakatan IJEPA yang berlaku adalah model dengan bea masuk 20 persen mulai tahun 2013 dan turun menjadi 5 persen di tahun 2016 dan seterusnya,” kata Bachrul.
Bachrul mengatakan modul bea masuk tersebut merupakan usulan perubahan tarif bea masuk pemerintah Jepang yang diajukan setelah kesepakatan IJEPA berlaku. Adapun bea masuk yang berlaku saat ini adalah 28,1 persen pada tahun 2013 dan turun secara bertahap menjadi 0 persen pada 2023 mendatang dan seterusnya, sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 209 Tahun 2012 yang berlaku efektif pada 1 Januari 2013.
Baca Juga:
Kesepakatan tingkat tarif ini, Bachrul melanjutkan, merupakan kesepakatan bersama antara Indonesia dan Jepang yang dilakukan melalui diskusi, konsultasi, pertukaran draf transposisi, serta pertemuan resmi Indonesia dengan Jepang di Jakarta pada 18-19 Oktober 2012.
“Isunya di sini adalah pihak Jepang meminta perubahan setelah mereka mendapatkan tekanan dari industri otomotif,” ujarnya.
Menurut dia, menyalahkan pihak Indonesia dalam hal tersebut tidak lazim dilakukan dalam konteks perundingan. Sebab, baik proses kesepakatan maupun penerbitan PMK yang mengatur soal bea masuk tersebut telah dilakukan melalui prosedur yang baku dan benar.
Bachrul menambahkan, dalam konteks perundingan, general review yang dilaksanakan di Tokyo pada 27-28 Mei 2015 telah dilakukan dengan tujuan evaluasi untuk melihat kembali pelaksanaan IJEPA dan hal-hal terkait lainnya yang pelaksanaannya masih dapat dioptimalkan.
Dasar hukum perubahan bea masuk dalam kesepakatan IJEPA bagi Indonesia, kata Bachrul, dapat diajukan setelah adanya general review sesuai dengan ketentuan dalam kesepakatan tersebut. Adapun dalam proses general review tersebut, pemerintah Indonesia akan mengajukan penurunan tarif bea masuk untuk produk-produk hasil pertanian, perikanan, kehutanan, perindustrian, serta mendorong investasi yang bernilai tambah tinggi serta pengembangan sumber daya manusia.
Hal tersebut dilakukan agar Indonesia dapat dijadikan basis produksi industri asal Jepang yang bertujuan ekspor, meningkatnya investasi untuk produk bernilai tambah, serta pembangunan pusat-pusat pendidikan tenaga kerja di Indonesia agar mampu menyediakan tenaga kerja terampil untuk pasar di Jepang maupun negara lain.