TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai Golkar yang juga pengusaha perikanan, Yorrys Raweyai, mengaku bingung dengan permintaan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, agar pengusaha perikanan memulangkan kapal eks-asing ke negara asal. "Bagaimana saya memulangkannya, itu kapal saya," kata Yorrys kepada Tempo, Selasa malam, 3 Maret 2015.
Menurut Yorrys, Menteri Susi mengungkapkan permintaan tersebut ketika keduanya bertemu pada pertengahan bulan lalu. Yorrys mengklaim semua kapal yang beroperasi di bawah empat perusahaannya mengantongi izin lengkap.
Empat perusahaan Yorrys antara lain PT Minatama Mutiara, PT Ombre Lines, PT Anugrah Bahari Berkat Abadi, dan PT Chindo Zhengyang Mina Anugerah. Kini, menurut dia, sekitar 40 kapal perikanan eks-Cina miliknya menganggur di Pelabuhan Timika, Papua, sejak moratorium perizinan berlaku pada November 2014.
Kepada Tempo, Menteri Susi berulang kali menegaskan niatnya untuk membersihkan perairan Indonesia dari armada perikanan eks-asing. "Saya minta pengusaha-pengusaha itu memulangkan kapal tersebut. Saya sudah bilang ke mereka," ujarnya. "Kalau tidak pulang, akan saya sikat dan sita karena semuanya bermasalah."
Susi hakulyakin kapal-kapal buatan luar negeri selama ini menjadi kedok pencurian ikan. "Saya tidak mau melihat kapal eks asing beroperasi di laut Indonesia," kata Susi. Menurut dia, sebagian besar kapal tersebut masih milik juragan di luar negeri meski telah berbendera Merah Putih dan tercatat sebagai milik pengusaha Indonesia.
Laporan investigasi Majalah Tempo edisi Senin, 23 Februari 2015, menguatkan dugaan tersebut. Sejak berlakunya moratorium, sedikitnya 262 kapal eks-asing dari total 700-an kapal yang selama ini beroperasi di ZEE Arafura dan Natuna lenyap, pergi tak kembali. Tempo menelusuri kapal-kapal itu di Thailand dan Cina, dua negara yang terbanyak mengekspor kapal perikanan.
Hasilnya, kapal-kapal bernama lambung khas Indonesia memenuhi pelabuhan Negeri Gajah Putih, seperti di Samut Sakhon, Samut Prakan, dan Songkhla. Semua kapal telah berganti bendera Thailand. Sebagian lainnya bahkan telah dicat ulang. "Kalau memang kapal itu milik Indonesia, mengapa mereka kabur?" kata Susi. "Jangan harap kapal-kapal ini masih bisa beroperasi setelah moratorium selesai."
AGOENG WIJAYA | TIM INVESTIGASI TEMPO