TEMPO.CO , Jakarta: PT Pertamina (Persero) tengah melakukan evaluasi kinerja sejumlah kilang-kilang yang dikelola saat ini. Evaluasi dilakukan untuk melihat efisiensi dari kilang tersebut.
"Hitungan kami dari hasil produksi kilang masih rugi karena harga pokok produksi kilang masih tinggi sekali," kata Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Ahmad Bambang di kantor pusat Pertamina, Kamis, 26 Februari 2015.
Menurut Bambang, ada beberapa hal yang membuat biaya produksi kilang tak hemat. Apa saja?
- Teknologi yang ada sudah terlalu lama
- Pasokan minyak mentah yang khusus dan sulit dicari di pasar
Bambang menuturkan, analisa perlu dilakukan untuk melihat kendala-kendala dalam kinerja kilang selama ini. Evaluasi juga perlu dilakukan mengingat hasil produk kilang berupa minyak berat, misalnya marine fuel oil (MFO). Minyak ini lebih murah dibandingkan harga minyak mentah. "Ini yang disesalkan kok dari dulu dibiarkan," katanya.
Dengan evaluasi ini, menurut Bambang, tak menutup kemungkinan Pertamina memutuskan untuk menutup kilang. "Ya bisa saja tutup dibandingkan rugi lebih banyak, tapi ini masih dianalisa," ujarnya.
Bambang menambahkan, penutupan kilang bisa saja menekan kerugian di sisi pemasaran. Tapi perseroan perlu mempertimbangkan dampak-dampak susulan jika kilang berhenti beroperasi. "Menutup kilang bukan hal gampang," ujarnya.
Dia mencontohkan penutupan Kilang Plaju di Palembang memungkinkan pemangkasan kerugian. Tapi harus diingat jika keputusan tersebut diambil produksi dari Tempino Jambi harus dihentikan. Ini dampaknya bisa panjang, yakni berkurangnya pasokan bahan bakar minyak bagi masyarakat di Palembang dan sekitarnya.
Menurut Bambang, kilang yang paling efisien saat ini adalah yang masa waktu pembangunannya paling baru, yakni Kilang Balongan, Jawa Barat. Sementara yang paling tidak efisien adalah Kilang Kasim di Papua. "Tapi kalau ditutup, nanti Papua minta merdeka, jadi memang pertimbangannya banyak," ujarnya.
AYU PRIMA SANDI