TEMPO.CO , Jakarta: Pemerintah menunggu langkah Mantan Direktur Utama PT Indosat Mega Media, Indar Atmanto, melakukan upaya hukum luar biasa dengan mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung.
"Saya kira langkah apapun yang ditempuh, prinsip kami ingin ada kepastian hukum dan kepastian berusaha. Kami harus menciptakan ekosisitem yang baik di sektor telekomunikasi," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informasi, Suprawoto, saat ditemui dalam seminar yang bertajuk “Kriminalisasi Korporasi Menghambat Pembangunan-Studi Kasus IM2” di Jakarta, Kamis 26 Februari 2015. “Pemerintah juga menghormati proses hukum yang sedang berjalan.”
Suprawoto berharap adanya ekosistem dan kepastian hukum di dunia usaha telekomunikasi mengingat sektor ini menyumbang besar terhadap pertumbuhan ekonomi lewat penerimaan negara bukan pajak (PNPB). Apalagi pemerintah tahun ini menargetkan PNPB di sektor telekomunikasi naik menjadi Rp 14,6 triliun dari tahun lalu sebesar Rp 13 triliun.
Anggota Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat Misbakhun menyarankan Indar melakukan upaya hukum luar biasa dengan mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung sebagai upaya untuk mencari keadilan atas upaya kriminalisasi terhadap Indar maupun perusahaan.
“Untuk mencari keadilan yang sejati atas upaya kriminalisasi yang dialami oleh dirinya dan perusahaan yang dipimpinnya. Sebab, ini menunjukkan gagalnya pihak penegak hukum memahami praktik bisnis yang sudah dijalankan secara benar,” kata Misbakhun pada kesempatan sama.
Menurut Misbakhun, upaya PK ini penting diambil oleh Indar Atmanto agar jangan sampai praktik bisnis yang dijalankan secara professional, sudah sesuai dengan aturan, serta regulasi yang ada, tapi gagal dipahami oleh penegak hukum dan bahkan dianggap sebagai pelanggaran hukum. Padahal, sudah banyak ahli hukum bisnis yang menilai ini adalah kasus kriminalisasi.
Kasus IM2, anak perusahaan PT Indosat Tbk., ini cukup menarik perhatian masyarakat, karena ditengarai banyak kejanggalan, antara lain adanya pengabaian surat Menteri Komunikasi dan Informatika yang telah menyatakan perjanjian bisnis Indosat-IM2 sudah sesuai dengan ketentuan perundangan. Begitu pula Indar juga divonis atas sesuatu yang tidak didakwakan.
Saat ini ada dua putusan kasasi yang saling bertentangan, yaitu antara putusan Mahkamah Agung Nomor 282K/PID.SUS/2014 tertanggal 10 Juli 2014 yang memutuskan Indar dijatuhi hukuman pidana selama delapan tahun, disertai denda sebesar Rp 300 juta dan kewajiban uang pengganti sebesar Rp 1,358 triliun yang dibebankan kepada IM2, dengan putusan Mahkamah Agung Nomor 263 K/TUN/2014 tertanggal 21 Juli 2014 yang isinya menolak kasasi yang diajukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara perkara IM2 yang menyatakan laporan BPKP tidak boleh digunakan.
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara 28 Januari 2014 sebelumnya juga telah menguatkan keputusan PTUN yang telah memutus tidak sah dan menggugurkan keputusan BPKP bahwa ada kerugian negara Rp 1,3 triliun. Dengan putusan Tata Usaha Negara MA yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap itu, maka alat bukti yang digunakan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dalam semua tingkatan sebagai dasar perhitungan unsur kerugian negara, tidak memiliki kekuatan hukum lagi dan tidak dapat digunakan.
ALI HIDAYAT