TEMPO.CO , Jakarta - Pemerintah mengisyaratkan akan menunda ekspor PT Freeport Indonesia jika tidak membangun pabrik pengolahan dan pemurnian mineral atau smelter. Menanggapi ancaman tersebut, Presiden Direktur Freeport Indonesia Rozik Soetjipto mengaku sulit membangun smelter tanpa ada kepastian perihal perpanjangan operasi setelah tahun 2021. (Baca:Freeport Tuntut Kejelasan Amandemen Kontrak )
"Freeport perlu waktu yang cukup panjang untuk pengembalian modal investasi tambang underground dan investasi smelter," kata Rozik kepada Tempo, Rabu, 17 Desember 2014.
Menurut Rozik, sisa waktu operasi pertambangan Freeport selama tujuh tahun belum cukup untuk pengembalian modal. Dia mengaku Freeport belum membangun pabrik pengolahan dan pemurnian mineral. Namun, Rozik mengatakan, Freeport sudah mengerjakan basic engineering pabrik smelter. "Secara fisik belum, tetapi studi untuk penetapan teknologinya sudah ada," ucapnya. (Baca: Freeport Diduga Langgar Standar Operasi.)
Sebelumnya, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral R. Sukhyar berniat menunda ekspor Freeport, jika tidak memenuhi target pembangunan smelter. Sukhyar mengaku belum menerima laporan evaluasi pembangunan smelter Freeport yang disampaikan kepada pemerintah.
"Kalau belum memenuhi 60 persen dari target enam bulanan, ya, mesti kami enforced diperbaiki. kalau tidak, maka ada penundaan ekspor," katanya. Izin ekspor Freeport diberikan pemerintah setiap enam bulan berdasarkan kemajuan pembangunan pabrik smelter.
Baca Juga:
ALI HIDAYAT
Berita Terpopuler
Ahok Umrahkan Marbot, Ini Reaksi FPI
Wajah Ical Lenyap dari Markas Golkar
Strategi Jokowi Atasi Pelemahan Rupiah