TEMPO.CO, Metro - Warga Metro, Lampung, kini mengembangkan budidaya ayam jamu, ayam broiler yang diberi pakan tanaman obat. Selain ramah lingkungan, para peternak berlomba-lomba mengembangbiakkan ayam yang diklaim sehat ini karena dinilai cukup menguntungkan.
Kepada Tempo, Ketua Berkat Usaha Bersama--kelompok peternak ayam--Yulius Wahyu Hidayanto mengatakan, dengan modal Rp 30 juta untuk kandang dan 1.000 ekor ayam bibit, peternak bisa mendapat keuntungan Rp 15 juta. Keuntungan hingga 50 persen itu diperoleh dalam 35 hari. (Baca juga: Kopi Berisi Doa ala Pondok Pesantren)
Di pasaran, daging ayam jamu bisa dijual Rp 30 ribu-70 ribu per ekor. Ayam jamu, ujar Yulius, dipasarkan di Lampung, Jakarta, Bali, dan Surabaya. "Ke depan, kami akan mengembangkan pasar hingga ke Yogyakarta, Papua, dan Balikpapan," tuturnya.
Di Metro, banyak peternak ayam jamu yang tak mengeluarkan modal untuk lahan. Sebab, mereka memanfaatkan lahan telantar yang banyak terdapat di pedesaan. Dia mengatakan budidaya ayam jamu tidak bakal diprotes masyarakat karena tidak menyebarkan bau tak sedap dan tidak mengundang serangga penganggu seperti lalat. Berbeda dengan peternakan ayam biasa yang terkesan kumuh dan berbau tak sedap.
Kini, peternak ayam jamu mengembangkan bisnis dari hulu hingga hilir, mulai membuat pakan, beternak, mengembangakan rumah pemotongan, hingga mendirikan usaha pengolahan nugget. "Nantinya, kami akan mengembangkan industri keripik dari residu ayam, seperti jeroan dan ceker." (Baca juga: Wismilak Cari Bibit Wirausaha Kreatif dan Inovatif).
Ayam jamu berasal dari bibit ayam broiler yang dipelihara secara probiotik atau tidak menggunakan bahan kimia antibiotik. Daging ayam ini diklaim lebih sehat karena tidak mengandung residu kimia. Disebut ayam jamu karena unggas-unggas ini biasa diberi pakan tanaman obat, seperti sekam, merang, lempuyang, dan sambiloto.
YOLANDA ARMINDYA
Berita Terpopuler
Koalisi Prabowo Siap Ajukan Veto untuk 100 Posisi
Tiga Taktik Koalisi Prabowo Rebut Pimpinan MPR
Pacar Mayang Ternyata Juga Pekerja Seks