TEMPO.CO, Jakarta - Pegiat media dari Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA), Nina Mutmainah, menyatakan saat ini banyak lembaga penyiaran melanggar aturan baku yang telah dirangkum dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) Komisi Penyiaran Indonesia tahun 2012. “Hampir semuanya, namun masih banyak acara televisi yang cukup berkualitas,” ujarnya, Selasa, 6 Mei 2014.
Pengajar di Universitas Indonesia ini mengatakan proses persaingan antarstasiun televisi dalam meraih respons publik memang cukup ketat. Akibatnya, tak jarang penyajian berita oleh lembaga penyiaran kerap menyampingkan aturan baku yang telah digariskan pemerintah.
“Coba lihat, banyak sekali berita sampah yang hanya menampilkan sisi sensualitas, seks, dan hal-hal lainnya yang dinilai tidak tepat bagi publik,” ujarnya.
Beberapa kali di antaranya telah mendapatkan teguran atau sangsi dari pemerintah. Namun besarnya tuntutan persaingan media saat ini membuat para pengusaha atau pemilik media kerap mengabaikannya. “Banyak acara yang sudah kena sangsi, namun mereka tetap melanggarnya,” katanya.
Frekuensi yang menggunakan jaringan milik publik, seperti televisi dan radio, ujar dia, memiliki adil cukup besar dalam mempengaruhi publik. Jadi, harus ada proteksi yang ketat dari pemerintah. “Televisi dan radio itu langsung masuk ke ruang keluarga, sehingga peranan mereka sangat potensial mempengaruhi publik,” ujarnta.
JAYADI SUPRIADIN
Berita terpopuler:
Dahlan Iskan Angkat Deputi Menteri Berusia Muda
Bikin RTV, Bisnis Peter Sondakh Kian Menggurita
Samsung Harus Bayar Denda ke Apple Rp 1,4 Triliun