TEMPO.CO, Jakarta - Meskipun memiliki pasokan bahan baku kertas yang besar, Indonesia masih kalah dari Singapura dalam hal ekspor produk cetakan. Ketua Umum Persatuan Perusahaan Grafika Indonesia (PPGI) Jimmy Junianto mengatakan saat ini nilai ekspor barang cetakan Indonesia baru mencapai US$ 226 juta, hanya seperenam dari nilai ekspor produk cetakan Singapura yang sebesar US$ 1,5 miliar.
“Singapura tidak punya pabrik kertas, tapi bisa mengekspor barang produk cetakan senilai US$ 1,5 miliar,” kata Jimmy di Jakarta, Rabu, 16 April 2014.
Jimmy mengatakan saat ini produksi kertas Indonesia sekitar 13,6 juta ton per tahun. Dari produksi itu, sekitar 60 persen dipergunakan di dalam negeri dan 40 persen diekspor dalam bentuk barang setengah jadi berupa gelondongan.
“Kalau kertas gelondongan ini kita beri nilai tambah menjadi barang cetakan, maka bisa memberi nilai tambah sekitar 30 persen sampai 40 persen dari nilai ekspornya selama ini,” kata Jimmy.
Saat ini rata-rata harga ekspor kertas gelondongan berada di kisaran US$ 1.000 per ton. Jika dilakukan hilirisasi lewat industri percetakan dengan nilai tambah 30 persen hingga 40 persen, berarti bisa mendatangkan nilai tambah sebesar US$ 1,6 miliar hingga US$ 2,1 miliar.
“Ini yang kita usulkan kepada pemerintah untuk jadi perhatian dan dikembangkan. Industri kertas selama ini sudah sangat diperhatikan. Sekarang kenapa tidak industri hilirnya yang diajukan untuk bisa menghasilkan nilai tambah lebih baik dengan kertas diproduksi di dalam negeri,” kata Jimmy.
Ia pun mengusulkan agar dibentuk print city atau kota sentra industri grafika di Indonesia. Print city ini sudah dipraktekkan di Malaysia, Thailand, dan akan dibangun di Vietnam.
BERNADETTE CHRISTINA MUNTHE