TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Agus Santoso melontarkan kritik kepada Bank Indonesia. Sebab, bank sentral itu dinilai belum mengawasi secara ketat soal perdagangan mata uang asing. "BI menganggap orang dagang valuta asing itu seperti dagang pisang goreng," ujarnya dalam diskusi di Perbanas Institute, Jakarta, Selasa, 1 April 2014.
Padahal, kata dia, perdagangan valas seharusnya diatur ketat. Sebab, kebijakan soal valuta asing yang longgar membuat pasar gelap mata uang asing menjadi semakin subur. Valuta asing tersebut pun jadi mudah digunakan sebagai alat suap. (Baca juga: Pasar Gunakan Jisdor, Rupiah Menguat)
Agus yang dulu lama berkarier di Bank Indonesia itu menuturkan ada tiga celah dalam perdagangan mata uang asing yang perlu diperbaiki. Pertama, Bank Indonesia tak mengawasi orang yang "mengimpor" alias membawa uang asing dari luar negeri. Cuma Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang berwenang mengawasi hal tersebut. (Lihat juga: Kurs Rupiah, Efek Jokowi Disalip Suku Bunga AS)
Kedua, pengawasan pedagang valuta asing masih longgar. "Ada pedagang valuta asing berizin, tapi ada juga yang tidak, seperti money changer perorangan yang jual-beli dolar di Pasar Baru dan Kwitang, Jakarta," ujar Agus. Ketiga, tak ada pembatasan impor bagi mata uang yang tak termasuk cadangan devisa. "Sehingga ada ustad bawa uang satu tas isinya uang Kamboja, Vietnam, dan Laos, pabean bingung. Itu kelemahan di negeri ini," ucap Agus.
BUNGA MANGGIASIH
Terpopuler :
Grup Bakrie Akui Belum Punya Duit untuk Lapindo
Ban Modifikasi Dongkrak Penjualan Gajah Tunggal
Analis: Bakrie Mampu Bayar Korban Lapindo
Tiga Bandara Segera Dilelang ke Investor