TEMPO.CO, Jakarta - Mulai 1 Januari 2014, semestinya pungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor Pedesaan dan Perkotaan (P2) dialihkan ke daerah. Namun, menurut Kepala Seksi Hubungan Eksternal Direktorat Jenderal Pajak Chandra Budi, sampai saat ini belum semua daerah memiliki peraturan daerah pungutan PBB-P2. Padahal, syarat utama daerah bisa memungut PBB-P2 adalah harus memiliki peraturan daerah sebagai payung.
“Kami berharap akhir Desember ini kabupaten/kota sudah mempunyai perda, sehingga mulai 1 Januari 2014 semua kabupaten/kota sudah siap mengelola PBB-P2,” kata Chandra kepada Tempo, Minggu, 29 Desember 2013.
Berdasarkan data terakhir, ada 369 kabupaten/kota yang sudah siap untuk pengalihan PBB-P2. Sebelumnya, pada 2011 hanya Kota Surabaya yang telah mengelola PBB-P2 sendiri. Kemudian, untuk 2012 ada 17 kabupaten dan kota yang telah mengelola PBB-P2. Untuk 2013, ada 105 kabupaten dan kota yang menyatakan kesiapannya mengelola PBB-P2.
Menurut Chandra, pengalihan ini bertujuan untuk memperluas basis pajak daerah dan penetapan tarif pajak. Kewenangan yang tercantum dalam UU PDRD itu adalah masing-masing kabupaten/kota dapat menentukan tarif PBB-P2, dengan ketentuan paling tinggi sebesar 0,3 persen dari sebelumnya yang hanya dipatok pada tarif efektif (tunggal) sebesar 0,1 persen hingga 0,2 persen.“Artinya, secara legal, ada ruang bagi kabupaten/kota untuk menaikkan tarif PBB-P2 di wilayahnya. Namun, hendaknya mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat di wilayahnya agar tidak menimbulkan gejolak di kemudian hari,” kata Chandra.
Dengan adanya pengalihan ini, penerimaan PBB-P2 akan sepenuhnya masuk ke kas daerah, sehingga diharapkan mampu meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Saat dikelola pemerintah pusat, kabupaten/kota hanya mendapatkan bagian sebesar 64,8 persen dari jumlah penerimaan PBB-P2 di wilayahnya.
ANGGA SUKMA WIJAYA