TEMPO.CO, Jakarta - Harga batu bara acuan Indonesia untuk penjualan spot dalam periode 1-30 April 2013 dilaporkan US$ 88,6 per metrik ton. Harga ini turun tipis dibandingkan harga pada Maret 2013 yang masih di tingkat US$ 90,09 per ton.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu Bara, Edi Prasodjo, menyatakan penurunan harga ini adalah fluktuasi yang normal karena penurunannya tak terlalu tinggi. Namun, Edi memperkirakan harga batu bara tahun ini tak akan setinggi pada 2011.
“Kelihatannya harga tidak akan terlalu tinggi, karena suplai semakin banyak. Memang semakin dicari, tetapi yang produksi juga semakin banyak,” kata Edy ketika ditemui di Jakarta, Rabu malam, 10 April 2013.
Edy mengatakan, hingga Februari 2013, produksi batu bara Indonesia sudah mencapai 66 juta ton. Produksi hingga Februari ini, menurut Edi, naik sekitar 8 persen dibandingkan produksi 2012. Dia memperkirakan hingga akhir Maret 2013, produksi batu bara mencapai 90 juta ton.
“Produksi ini yang masuk ke pasar domestik 20 persen, sisanya masih diekspor ke India, Cina, Jepang, dan Korea. Umumnya memang ke Asia Timur,” kata Edi.
Dengan banyaknya permintaan batu bara, terutama dipicu oleh beroperasinya pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), Edi mengakui produksi batu bara bisa mencapai 400 juta ton. Namun, Edi berharap produksi batu bara tak terlalu tinggi hingga menembus angka 400 juta ton.
“Itu (400 juta ton) terlalu tinggi. Ini juga jadi pemikiran kami, bagaimana strategi untuk menahan produksi karena bahan bakar ini selain sebagai komoditas juga sebagai energi,” kata Edi.
Pada 2013, Indonesia menargetkan produksi batu bara mencapai 390 juta ton. Dari jumlah tersebut, untuk kewajiban pemenuhan kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/DMO) ditetapkan 74,32 juta ton.
BERNADETTE CHRISTINA
Berita Terpopuler:
Kisah 'Memalukan' Persibo Bojonegoro di Hong Kong
Pembalap Asep Hendro Pekerjakan Pemuda Garut
Dipanggil Paksa, Dahlan Iskan Muncul di DPR
Video 'Damai' di Bea Cukai Bali Muncul di YouTube
Cucu Soeharto Segera Diadili