TEMPO.CO, Jakarta - Naiknya harga saham di bursa dan kembali dipertahankannya suku bunga BI Rate di level terendahnya, 5,75 persen, Kamis kemarin membantu penguatan rupiah di akhir pekan ini.
Nilai tukar rupiah di transaksi pasar uang hari ini ditutup menguat tipis 8 poin (0,8 persen) ke posisi 9.685 per dolar Amerika. Terapresiasinya mata uang regional terhadap dolar AS mampu dimanfaatkan oleh rupiah untuk menguat.
Pengamat pasar uang dari PT Monex Investindo Futures, Johanes Ginting, menjelaskan tidak berubahnya suku BI Rate memberikan sentimen positif bagi rupiah sehingga tetap berada di bawah level 9.700 per dolar. Karena fokus para pelaku pasar saat ini adalah pertumbuhan. “Dipertahankannya suku bunga acuan BI sejak Februari 2012 menunjukkan niat pemerintah untuk mendorong pertumbuhan,” tuturnya.
Berlimpahnya likuiditas di pasar global merupakan dampak dari program stimulus. Akibatnya, dana asing terus mampir ke pasar finansial domestik, terutama ke bursa saham. Hal inilah yang membuat rupiah berhasil keluar dari tekanan dan mampu menguat di bawah 9.700 per dolar AS.
Masalah defisit neraca perdagangan juga akan tetap menjadi perhatian investor. Selama kinerja ekspor masih bermasalah dan impor bahan bakar minyak bersubsidi (BBM) tetap tinggi, selama itu pula rupiah tetap susah untuk menguat lebih jauh.
Bila harga BBM bersubsidi dinaikkan, kemungkinan rupiah bisa menguat karena dapat mengurangi beban subsidi pemerintah. Makin membaiknya pendapatan masyarakat seiring tumbuhnya ekonomi domestik membuat permintaan kepemilikan kendaraan bermotor juga akan meningkat. “Sehingga permintaan akan BBM juga akan terus bertambah.”
VIVA B. K