TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perindustrian Mohamad Suleman Hidayat mengaku kerap mendapatkan keluhan dari para investor yang menjadi pelaku industri terkait dengan sistem proses penangan kontainer dari kapal hingga keluar pelabuhan (dwelling time) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
"Lebih dari 40 sektor industri ingin masuk di Indonesia. Mereka ingin pelabuhan dan infrastruktur dibenahi. Kalau tidak mereka akan mempertimbangkan lagi," kata Hidayat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin, 21 Januari 2013.
Hidayat menyatakan, seharusnya dwelling time di Pelabuhan terbesar di Indonesia tersebut bisa dilakukan hanya dalam waktu dua hari. Sehingga, ongkos logistik hanya 10 persen dari biaya produksi. "Kami ingin itu diterapkan saat pelaksanaan ASEAN Economi Community pada 2015 mendatang. Pelabuhan Tanjung Priok harus ditata sesuai dengan standar internasional," katanya.
Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan, pemerintah memang mematok target ongkos logistik hanya 10 persen dari ongkos produksi. "Sebelumnya mencapai 14 persen dari biaya produksi," katanya.
Untuk menurunkan ongkos logistik tersebut, Hatta menyatakan perlunya dilakukan konektivitas agar sistem logistik nasional dapat terintegrasi. Integrasi tersebut salah satunya dilakukan dengan menurunkan waktu proses dwelling time dari sebelumnya 6,7 hari menjadi 4 hari.
"Harus diperbaiki sistem tarif, yakinkan pelayanan jika tidak hanya di Banda dan Segara. Layout pelabuhan juga harus dibenahi. Sekarang banyak kegiatan nonbisnis di dalam pelabuhan," kata Hatta.
Berdasarkan hasil survei, dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok sepanjang 2011-2012 masih berkisar 4,7 hingga 6,7 hari. Tingginya dwelling time 58 persen disebabkan oleh pre customs clearence, karantina 18 persen, dan oleh post customs clearence 24 persen. Pemerintah menargetkan pada tahun ini dwelling time di Pelabuhan Priok bisa 4 hari, sama dengan di Malaysia.
ANGGA SUKMA WIJAYA