TEMPO.CO , Jakarta: Kabar rencana penjualan saham Palyja sebenarnya sudah tercium pada awal Oktober lalu. “Ada yang bilang Palyja mau jual saham,” ujar Direktur Utama PAM Jaya, Sriwidayanto Kaderi. Dia lalu berkirim surat kepada Palyja untuk menanyakan kabar itu. Bukannya membalas surat, Presiden Suez Environnement Asia, Charles Chaumin, justru mendadak muncul di pintu kantor PAM Jaya pada 17 Oktober lalu.
Chaumin menyatakan rencananya menjual 51 persen saham yang dimiliki Suez. Rencana itu membuat Sriwidiyanto kecewa. “Kita ini sedang dalam proses renegosiasi kontrak. Saya tanya mengapa enggak disampaikan duluan,” Sriwidiyanto bercerita.
Bos Suez Environnement itu meyakinkan bahwa PAM Jaya tetap memiliki kewenangan. “Kami masih mencari mitra strategis. Setelah dapat, baru kami akan minta izin. Bila Anda menolak, semuanya batal,” ujar Chaumin dalam pertemuan itu, seperti ditirukan Sriwidiyanto. Chaumin pun menjamin pembeli saham akan paham adanya proses renegosiasi kontrak yang tengah berjalan.
Toh, Sriwidiyanto tetap kaget ketika tahu ternyata shares purchase agreement (SPA) diteken Chaumin hanya selang sehari setelah pertemuan itu. Sedangkan Palyja baru mengirimkan surat izin penjualan saham pada 25 Oktober atau sepekan kemudian. Itu pun tanpa menyebutkan nilai akuisisi atau melampirkan SPA-nya.
Jengkel terhadap kelakuan mitranya, Sriwidayanto mengadu kepada Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. “Saya usulkan agar badan usaha milik daerah membeli saham Suez, karena air menyangkut hajat hidup orang banyak,” katanya.
Basuki mengaku tidak menentang rencana penjualan saham Suez ke Manila Water itu. Dia hanya meminta agar rencana tersebut diteliti. “Semua kita kontrol. Mereka enggak bisa jual tanpa izin gubernur,” ujar Basuki kepada Triartining Putri dari Tempo. Menurut dia, pemerintah akan berfokus pada rencana memenuhi target memberi akses 99 persen warga pada air minum.
Manila Water, yang mayoritas sahamnya dimiliki Ayala Corporation (berdiri sejak 1834), memang agresif mengakuisisi saham operator air. Pada Juli 2012, perseroan ini mengakuisisi 47,35 persen saham Kenh Dong Water Supply Joint Stock Co di Vietnam. Sebelumnya, Desember 2011, mereka membeli 49 persen saham Thu Duc Water BOO di Vietnam.
Suez Environnement, dalam pernyataan tertulisnya kepada Tempo, enggan menyebutkan nilai akuisisi saham ke Manila Water. “Sampai proses ini selesai, kami masih menjadi pemilik 51 persen saham Palyja,” kata mereka.
Suez mengatakan transaksi ini merupakan strategi bisnis jangka panjang mereka. “Untuk memiliki posisi kuat di Eropa serta rencana pengembangan bisnis yang selektif di negara-negara dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi.” Mereka juga menyatakan tetap mempertahankan kehadirannya melalui dua perusahaan konstruksi dan manajemen air di dua daerah, yaitu Medan dan Serang, serta di pasar pengolahan air melalui anak perusahaan Degremont.
Belum diketahui mengapa PT Astratel, pemilik 49 persen saham Palyja, tidak membeli saham Suez. Selaku pemilik saham terbesar kedua, Astratel memiliki preemptive rights alias hak lebih dulu membeli saham Suez. “Strategi bisnis kami adalah berpartner dengan investor strategis yang ahli di industrinya.” kata Wanny Wijaya, Corporate Planning Division Head PT Astratel.
Adapun juru bicara PT Palyja, Meyritha Maryanie, memastikan penjualan itu tidak mempengaruhi pelayanan kepada masyarakat di sisi barat Kali Ciliwung, “Tidak akan ada gangguan dengan proses renegosiasi kontrak dengan PAM Jaya. Target kami akhir 2012 ada kesepakatan.”
AMANDRA MUSTIKA MEGARANI
Terpopuler:
Penjualan United Tractors Turun 15 Persen
2013, Astra Agro Operasikan Empat Pabrik Baru
Astra Agro Sasar Investasi Gula dan Karet
118 Kontainer Daging Sapi Ilegal Dipulangkan
Realisasi Pembiayaan FIF Turun