TEMPO.CO, Yogyakarta-Para penggerak potensi pangan lokal mengampanyekan pengurangan jumlah impor gandum. Fungsi gandum sebagai bahan utama roti, brownies, donat, bakmi, dan makanan lain bisa digantikan dengan ketela
"Impor pangan tidaklah haram, tetapi apakah sudah dipertimbangkan pengorbanan berupa ongkos sosial, budaya, kesehatan dan ketahanan nasional," kata Renta Dwi Ardhana, Ketua Asosiasi Pelaku Usaha Pangan Lokal, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu 17 Oktober 2012.
Renta menyebut, saat ini impor gandum telah mencapai angka 7,1 juta ton. Padahal tahun 2011 lalu, impor bahan baku aneka makanan itu baru sebanyak 6,7 juta ton.
Ia menyatakan, budaya makan makanan dengan bahan baku gandum atau terigu di Indonesia mulai pada 1969, melalui program kerjasama ekonomi Amerika Serikat dan Indonesia. Saat itu pemerintah Indonesia mencari alternatif pangan selain beras. Hasilnya, masyarakat Indonesia sangat tergantung dengan gandum yang tidak ada tanamannya di Indonesia. "Bahkan mie instan berbahan baku gandum atau terigu sudah menjadi makanan pokok kedua setelah nasi," kata dia.
Menurut Renta, saat ini teknologi pengolahan ketela atau ubi kayu menjadi tepung sudah bisa diterapkan untuk mengganti gandum sebagai bahan pokok makanan. Pengganti gandum ini disebut mocaf atau modified cassava flour. Teknologi ini dapat merekayasa sel ubi kayu yang bisa menghilangkan aroma singkong itu. Bisa juga memodifikasi tekstur dan warna sehingga mendekati gandum. "Singkong bisa menstubtitusi gandum 20-100 persen, pemerintah harus mengurangi impor pangan terutama gandum," katanya.
Menurut Bonnivasius Esdharyanto, penggerak pengolahan singkong dari Pusat Studi Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat, Daerah Istimewa Yogyakarta, berbagai masakan dan makanan bisa dibuat dari ketela, baik untuk kue, cake, brownies, bahkan untuk lauk pauk. "Ketela bisa diolah menjadi 72 masakan dengan bumbu yang sama dari masakan yang diinginkan," kata dia.
Menurut Firmansyah, pemilik Cakra Tela, produsen aneka makan dari ketela, persediaan ketela di Indonesia melimpah ruah. Seharusnya hal ini bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk mengganti gandum sebagai bahan baku pangan. Bahkan bisnisnya mengolah ketela sebagai makanan dan aneka cake membanggakan karena mengangkat bahan pangan lokal menjadi makanan yang variatif.
MUH SYAIFULLAH