TEMPO.CO, Jakarta - Melambatnya pertumbuhan ekonomi negara-negara dengan perekonomian terbesar di Eropa kembali memunculkan harapan adanya kebijakan pelonggaran moneter oleh bank sentral utama dunia. Memburuknya data ekonomi Eropa kali ini direspon positif oleh para pelaku pasar.
Pengamat pasar uang dari Bank Himpunan Saudara, Rully Nova ,menjelaskan belum adanya sentimen positif di pasar finansial global membuat tekanan rupiah tetap tinggi. Memburuknya data ekonomi Eropa yang dirilis hari ini melengkapi kabar negatif soal turunnya surplus transaksi perdagangan Cina dan kontraksi ekonomi Italia minggu lalu.
Di transaksi pasar uang hari ini, Selasa, 14 Agustus 2012, nilai tukar rupiah berhasil menguat 6 poin (0,06 persen) ke level 9.488 per dolar AS. Rupiah sempat menyentuh level 9.500 per dolar AS, namun akhirnya ditutup menguat tipis.
Pertumbuhan ekonomi domestik 6,4 persen di triwulan kedua kemarin menjadi penopang rupiah tidak melemah lebih jauh. Prospek ekonomi Indonesia yang masih solid di tengah melambatnya perekonomian global menjadi penopang rupiah tidak melemah terlalu jauh hingga menembus 9.500 per dolar AS.
“Bank Indonesia (BI) yang tetap komitmen menjaga rupiah agar tidak berada di atas 9.500 per dolar AS membuat rupiah stabil di level seperti sekarang ini,” paparnya.
Data dari kawasan Eropa, ekonomi Prancis pada triwulan kedua tahun ini stagnan, sedangkan produk domestik bruto (PDB) Jerman 0,3 persen, melambat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 0,5 persen.
Mata uang euro berhasil menguat 0,28 persen menjadi US$ 1,2373, pound sterling terapresiasi 0,08 persen, sedangkan yen Jepang melemah 0,29 persen ke 78,55 per dolar Amerika Serikat (AS). Sehingga indeks dolar AS terhadap enam mata uang rival utamanya turun 0,135 poin ke level 82,3, hingga pukul 16:28 sore ini.
Memburuknya data ekonomi Cina maupun kawasan Eropa saat ini ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi menambah kekhwatiran terhadap pelambatan perekonomian global. Namun, sisi lainnya justru memberikan desakan bagi bank sentral utama untuk segera menggulirkan kebijakan stimulus untuk mendukung pertumbuhan.
Apalagi Bank Sentral AS (The Fed) juga harus mampu meningkatkan penyerapan pasar tenaga kerja. “Diperkirakan, The Fed akan segera melakukan stimulus lanjutan (QE 3) sebelum akhir tahun,” kata Rully.
VIVA B. KUSNANDAR
Berita terpopuler lainnya:
Rhoma Bebas, Ini Komentar Artis Dangdut Jatim
Pemimpin KPK Tahu Disadap Polisi
PKS Tak Konsisten? Ini Tanggapan Anis Matta
Berita Ular Piton Metro TV Diprotes
MiG-23 yang Ditembak Jatuh Beredar di Youtube
Kapolri Sebut KPK Seperti Garong
Batu Apung Seluas Israel Mengambang di Pasifik
Ini Aliran Dana Mencurigakan Djoko Susilo
Ini Alasan Polisi Tak Serahkan Kasus Simulator SIM