TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Pertanian Dewan Perwakilan Rakyat, Ma'mur Hasanuddin, meminta pemerintah mempercepat revitalisasi fungsi dan peran Bulog sebagai stabilisator harga beberapa komoditas pangan.
“Bulog juga harus mampu melakukan langkah persiapan dan transformasi secara cepat, mengingat Bulog selama ini masih memiliki banyak catatan buruk terkait stabilitas harga dan serapan beras," kata Ma'mur, Senin, 30 Juli 2012.
Rencana revitalisasi Bulog sebagai stabilisator harga bahan pokok harus didukung beberapa instrumen, yakni infrastruktur, payung hukum yang jelas, dan sumber daya manusia yang memadai. Payung hukum yang lebih komprehensif perlu dirumuskan segera oleh pemerintah.
Jadi, pada akhirnya, fenomena melonjaknya harga komoditas pangan yang sangat tinggi dapat dikurangi karena Bulog mampu berperan maksimal sebagai buffer stock. Untuk menambah peran dan fungsi Bulog itu, pemerintah perlu menambah beberapa infrastruktur kepada Bulog, seperti pengadaan gudang untuk manajemen stok dan strategi tata niaga yang matang guna memahami dinamika pasar.
Peran Bulog selama ini melakukan kegiatan menjaga harga dasar pembelian untuk gabah, stabilisasi harga, menyalurkan beras untuk orang miskin (Raskin), dan pengelolaan stok pangan. Tercatat, Bulog memiliki 26 divisi regional (divre), 101 subdivre, kantor logistik di 30 lokasi, dan gudang penyimpanan yang mencapai 463 lokasi di seluruh Indonesia.
"Dengan jumlah SDM sebanyak 5.025 orang, Bulog juga perlu segera berbenah dan meningkatkan kapasitasnya. Karena kualitas SDM akan menentukan kinerja dan penerapan sistem yang efektif," kata Ma'mur.
Dia menambahkan, revitalisasi Bulog harus diarahkan juga kepada optimalisasi serapan terhadap berbagai komoditas pangan lokal strategis, bukan hanya berbasis ketersediaan. Sebab, jika hanya berbasis ketersediaan, maka sering kali dianggap sebagai bentuk legalitas terhadap impor yang dilakukan Bulog.
"Diharapkan, dengan revitalisasi Bulog yang optimal, dapat mencegah aksi spekulan yang sering melakukan permainan harga terhadap komoditas pangan dan menghapuskan beragam kartel yang merugikan petani lokal," katanya.
Selama ini, Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1998 mengatur ruang lingkup komoditas yang ditangani Bulog dipersempit. Hal ini seiring dengan kesepakatan yang diambil oleh pemerintah dengan pihak IMF, yang tertuang dalam letter of intent (LoI).
Dalam beleid itu disebutkan tugas pokok Bulog dibatasi hanya untuk menangani komoditas beras. Sementara komoditas lain yang dikelola selama ini dilepaskan ke mekanisme pasar.
ROSALINA