TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana menyatakan, berdasarkan survei Fund for Peace tentang failed state index (FSI), Indonesia hanya mendapat status buruk pada dua indikator. “Demographic pressure dan group grievance,” ujarnya, Senin, 25 Juni 2012.
Maksudnya, dia menjelaskan, demographic pressure atau tekanan demografi, seperti bencana alam, penyakit, dan polusi. “Sedangkan group grievance antara lain adanya diskriminasi, penindasan, dan kekerasan terhadap etnis.”
Indikator pada dua hal ini menunjukkan posisi Indonesia terus memburuk dalam enam tahun terakhir (2007-2012). Sebagai gambaran, kata Armida, indikator demographic pressure pada 2007 mendapat nilai 7, lima tahun kemudian naik menjadi 7,4. Semakin tinggi nilai dalam indeks, kondisinya kian buruk.
Dalam indeks negara gagal (FSI) 2012, Indonesia menduduki peringkat ke-63 dari 178 negara. Dalam kategori tersebut, RI masuk kategori negara dalam bahaya (in danger) menuju negara gagal. Indonesia masih jauh tertinggal dibanding Singapura, yang berada di posisi ke-157 dengan skor 35,6. Adapun Malaysia berada di peringkat ke-110 dan Thailand di peringkat ke-84 dengan skor 77.
Meski dua indikator dinilai buruk, kata Armida, Indonesia mendapat enam indikator yang bernilai baik dan empat indikator stagnan. Enam indikator yang bernilai baik adalah refugees (pengungsi), human rights (hak asasi manusia), uneven development (pembangunan tidak merata), economic decline (penurunan ekonomi), public services (pelayanan publik), dan external intervention (intervensi pihak luar).
Baca Juga:
Adapun empat indikator lainnya yang dinilai stagnan adalah legitimacy of the state (legitimasi negara), human rights, security apparatus (aparat keamanan), dan factionalized elites (pertentangan elite). "Stagnan bisa dikatakan berada di tengah-tengah, bukan buruk ataupun baik,” kata Armida. Hanya, dia mengakui, jika seluruh nilai dari 12 indikator ditotal, Indonesia mendapatkan nilai 80,6 atau masuk kategori buruk.
Pengamat ekonomi dari Standard Chartered, Fauzi Ichsan, mengatakan FSI tak perlu ditanggapi berlebihan oleh pemerintah. Sebab, kredibilitas lembaga yang mengeluarkan indeks patut dipertanyakan, termasuk penilaian kategorinya. Yang punya otoritas memberikan status negara gagal atau tidak seharusnya lembaga multilateral, seperti PBB atau Bank Dunia. “Investor tak akan terpengaruh,” kata Fauzi.”
ALI NY | ISTMAN | ROSALINA