TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia, Sofjan Wanandi, mengatakan pengusaha menolak rencana kenaikan tarif dasar listrik (TDL). Menurut dia, meski kenaikan tersebut akan dilaksanakan secara bertahap, tetap akan memberi beban ganda bagi biaya produksi industri.
“Kami harap kenaikan tidak dilaksanakan bersamaan dengan kenaikan bahan bakar minyak (BBM). Mungkin tahun depan atau nanti dibicarakan lagi,” kata Sofjan dalam konferensi pers terkait kenaikan TDL, Rabu, 14 Maret 2012.
Baca Juga:
Sebelumnya, pemerintah mengusulkan kenaikan harga BBM bersubsidi dan TDL diberlakukan serempak mulai 1 April mendatang. Harga premium dan solar naik menjadi Rp 6.000 dari Rp 4.500 per liter, sedangkan tarif listrik akan naik secara bertahap 3 persen setiap triwulan.
Dalam rancangan usulan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2012, pemerintah mengusulkan kenaikan subsidi BBM dari Rp 123,5 triliun menjadi Rp 137,3 triliun. Adapun subsidi listrik membengkak menjadi Rp 90 triliun dari Rp 44,9 triliun.
Sofjan mengatakan bahwa industri-industri dalam negeri merupakan industri yang banyak menggunakan tenaga kerja, tetapi keuntungannya lebih sedikit. Itulah sebabnya jika kenaikan BBM dan TDL dilaksanakan bersamaan, akan banyak industri yang bangkrut. “Ditunda dulu sampai semua pihak tahu efek dari kenaikan BBM itu seperti apa, baru kemudian dibicarakan lagi untuk menaikkan TDL,” kata dia.
Kenaikan BBM dan TDL secara bersamaan, kata Sofjan, memberi pengaruh pada kenaikan biaya produksi dari masing-masing industri hingga 10 persen. Menurut Sofjan, saat ini, pemenuhan kebutuhan energi dari setiap industri sudah meningkat. Sejak November 2011, harga BBM industri sebesar Rp 9.500 per liter, naik Rp 1.000 dari sebelumnya Rp 8.500 per liter.
Pilihan untuk menaikkan BBM, mau tidak mau memang disetujui oleh pihak Apindo. Apindo menilai bahwa pilihan untuk naik sudah saatnya demi membenahi pembangunan infrastruktur Indonesia. Memang pihaknya merasa akan ada kenaikan biaya produksi asalkan penghematan subsidi dialihkan untuk infrastruktur sehingga ke depannya akan membawa dampak yang lebih baik.
Apindo juga memberi catatan kepada pemerintah untuk menyeimbangkan subsidi antara bantuan langsung tunai bagi masyarakat, infrastruktur, dan sektor lainnya. Apindo mengharapkan alokasi untuk pembenahan infrastruktur sebesar 70 persen dari penghematan subsidi.
“Terutama untuk infrastruktur pedesaan seperti irigasi, jalan, dan rumah murah bagi masyarakat. Pemerintah harus memberi pancing, bukan ikan. Masyarakat diberi kesempatan untuk berusaha agar kesejahteraannya berkelanjutan,” kata Sofjan.
AYU PRIMA SANDI