TEMPO Interaktif, Jakarta - Bank Indonesia (BI) yang tetap berada di pasar mampu menahan pelemahan rupiah. Sempat menyentuh level 9.180 per dolar Amerika Serikat (AS), akhirnya mampu berbalik arah menguat menjelang penutupan sehingga rupiah hanya ditutup turun tipis.
Nilai tukar rupiah dalam transaksi hari ini, Kamis, 15 Desember 2011, ditutup turun tipis 2 poin (0,02 persen) ke level 9.091 per dolar AS. Upaya bank sentral untuk menjaga fluktuasi mata uangnya membuat rupiah tidak melemah terlalu dalam.
Kepala riset Treasury dari Bank BNI, Nurul Eti Nurbaeti, mengungkapkan, terpuruknya mata uang euro karena kekhawatiran pelambatan ekonomi serta ancaman penurunan peringkat utang negara–negara Eropa berdampak pula terhadap pelemahan rupiah dan mata uang Asia lainnya. “Jatuhnya bursa saham domestik yang mengindikasikan keluarnya dana asing turut menekan rupiah,” tuturnya.
Masih banyaknya ketidakpastian masalah Eropa membuat euro masih masih bisa tertekan hingga ke level US$ 1,28. Sehingga dampaknya akan membuat dolar AS akan kembali digdaya terhadap mata uang dunia sehingga rupiah juga masih akan terbebani.
Pernyataan Kanselir Jerman, Angela Merkel, yang tidak mau menyuntik dana talangan bagi negara Eropa membuat amunisi Uni Eropa tidak akan sanggup menanggulangi bila yang penjadi pesakitan adalah Italia. “Sebab Italia merupakan negara dengan perekonomian terbesar ketiga di Uni Eropa, dan utangnya juga lebih besar bila utang Yunani, Portugal, serta Spanyol dijumlahkan,” papar Nurul.
Ancaman penurunan peringkat negara Uni Eropa oleh Standard & Poor’s makin menambah kecemasan investor dan dianggap sangat serius seperti yang terjadi pada AS yang kehilangan level AAA di bulan Oktober lalu. Imbal hasil yang diminta oleh investor dalam lelang obligasi Italia sangat tinggi membuat ongkos pinjaman meroket. “Bila ini terus terjadi, Italia saat ini menggali kuburan untuk dirinya sendiri,” ujarnya.
PDAT|VIVA B. KUSNANDAR