TEMPO Interaktif, Jakarta -- Bank Indonesia mendesak perbankan nasional yang mengeluarkan produk uang elektronik atau e-money melakukan integrasi antarbank. Hal itu perlu dilakukan agar nilai transaksi e-money semakin meningkat.
"E-money akan mengurangi biaya pencetakan uang kecil," kata Direktur Akuntansi dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Ronald Waas dalam seminar tentang prospek e-money di Jakarta.
Saat ini rata-rata transaksi harian uang elektronik baru mencapai Rp 2,5 miliar dengan volume transaksi 102 ribu. Tercatat lima bank umum, satu bank pembangunan daerah, dan empat perusahaan telekomunikasi menerbitkan e-money.
Ronald menegaskan, Bank Indonesia terus mendorong penggunaan e-money secara luas. Salah satunya dengan mendekati Kementerian Perhubungan serta Kementerian Komunikasi dan Informatika agar produk ini bisa dibuat secara massal. "Produk ini sangat potensi berkembang untuk pembayaran ongkos transportasi umum," kata dia.
Bank Indonesia, kata dia, akan menyusun standar e-money, baik uang elektronik berbasis cip maupun berbasis server. Menurut Ronald, selama ini produk perbankan dan produk telekomunikasi sulit disatukan.
Ronald mengatakan, pada 2012, bank sentral akan menyusul model dan standar e-money. Ini agar ada kesamaan dan kemudahan bagi konsumen untuk mengisi ulang dan melakukan transaksi keuangan dengan menggunakan kartu. Termasuk menyiapkan infrastrukturnya.
Anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat, Sadar Subagio, mengatakan e-money atau smart card bisa digunakan untuk menyalurkan subsidi lebih tepat sasaran. Misalnya, subsidi bahan bakar minyak bagi angkutan umum.
Namun, kata dia, perangkat aturan untuk itu harus kuat. Tidak cukup hanya dengan aturan Bank Indonesia. "Produk ini akan terus berkembang, perlu ada aturan yang lebih tinggi. Paling tidak 2015 aturannya harus sudah ada," kata politikus Partai Gerinda tersebut.
Bagi bank sentral, produk uang elektronik ini juga akan menghemat biaya hingga Rp 6 triliun untuk pencetakan uang pecahan.
ALWAN RIDHA RAMDANI