TEMPO Interaktif, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan pemerintah tidak akan merivisi undang-undang lalu lintas devisa sebagai tanggapan atas kebijakan Bank Indonesia. “Tidak ada (revisi),” katanya di Jakarta Selasa 20 September 2011.
Mulai 1 Oktober mendatang Bank Sentral mewajibkan eksportir menyimpan devisa di lembaga keuangan dalam negeri. Kebijakan itu, menurut Hatta, tidak bertentangan dengan rezim devisa yang dianut Indonesia. “Rezim devisa kita tetap saja seperti ini,” ujarnya. Selama ini Indonesia merupakan negara yang menganut rezim devisa bebas yaitu ada kebebasan menyimpan devisa di dalam ataupun luar negeri.
Menurut Hatta kebijakan Bank Indonesia tidak bertentangan rezim devisa yang dianut pemerintah atau bermaksud membatasi. “Hanya BI minta agar kalau ada devisa yang dimasukan ke Bank kita (dalam negeri) agar lebih gampang pencatatan,” katanya.
Mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Anggito Abimanyu menyambut positif langkah Bank Sentral. Menurut dia kebijakan ini merupakan langkah antisipasi krisis ekonomi global yang diprediksi bakal melanda Indonesia akhir 2013. Namun langkah ini, lanjut Anggito, dapat menimbulkan rumor negatif karena kebijakan ini biasanya diberlakukan saat situasi ekonomi tenang. “Bisa saja muncul rumor jangan-jangan Indonesia juga sudah kena krisis,” katanya beberapa waktu lalu.
Kebijakan ini hanya menjadi kerja Bank Sentral tanpa melibatkan pemerintah. Kepala Badan Pusat Statistik Rusman Heriawan mengatakan tidak melakukan program khusus membantu suplai data jumlah devisa eksportir ke Bank Indonesia. “Kami tidak merekam itu,” katanya pekan lalu.
Adapun Kepala Hubungan Masyarakat Direktorat jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Martediansyah mengatakan instansinya hanya mencatat pelaku dan nilai ekspor. Jumlah devisa yang disimpan di luar negeri tidak tercatat oleh Bea dan Cukai.
AKBAR TRI KURNIAWAN