Terkait usulan dari Dewan Perwakilan Daerah, Agus mengakui baru membacanya dari media. Namun ia menegaskan, agar usulan-usulan terkait dana pembangunan di daerah dilakukan lewat musyawarah rencana pembangunan daerah. "Prosesnya harus dimulai dari musrenbang di daerah, yang kemudian naik ke atas (pusat)" katanya.
Dari pertama kali dana ini diusulkan, Agus mengatakan, ada beberapa kali perubahan nama untuk menyebut usulan dana ini. Namun, kata dia, intinya tetap untuk dana pembangunan untuk daerah pemilihan anggota dewan.
Saat pembahasan di empat paniti kerja Badan Anggaran DPR, Agus melnajutkan, tidak ada kesepakatan untuk membahas usulan dana tersebut. "Bahwa ada usulan satu partai menjadi catatan, ya kita catat, tapi bukan menjadi kesimpulan atau rekomendasi,' katanya.
Agus menyatakan, pemerintah tidak bisa menyetujui usulan dana aspirasi ini. Kalau disetujui, kata dia, justru akan memunculkan kesenjangan antardaerah. Daerah yang kaya akan memperoleh dana yang lebih banyak ketimbang daerah yang miskin. Daerah di Indonesia Barat akan memperoleh dana lebih banyak ketimbang Indonesia Timur.
Menurut Agus, pelaksanaan dana aspirasi ini tidak sesuai dengan otonomi daerah yang sedang dijalankan. Selain itu, kata dia banyak undang-undang yang dilanggar dengan usulan dana aspirasi. "Anggaran negara kita juga menjadi tidak efektif," katanya.
Agus menjelaskan anggaran negara masih ketat sekali. Dari penerimaan negara yang sekitar Rp 990 triliun, untuk pengeluaran rutin yang terikat sudah mencapai Rp 900 triliun. Adapun dana untuk belanja yang diskresi untuk infrastruktur tersisa sedikit sekali. "Yang itu harus ditolong dengan pinjaman, baik dalam maupun luar negeri," katanya.
IQBAL MUHTAROM