Menurut Sofjan, selama ini investasi yang masuk ke Indonesia tidak banyak yang menyerap tenaga kerja seperti sektor pertambangan, perkebunan, telekomunikasi, properti, dan saham. "Yang labour intensif malah banyak yang keluar," ucapnya.
Saat ini pekerja informal meningkat mencapai 72 persen, sedangkan pekerja sektor formal sebesar 28 persen. Hal ini tidak saja merugikan negara karena tidak adanya pajak yang masuk tapi juga merugikan pekerja informal tersebut.
"Tidak ada jaminan bagi pekerja," katanya. Ia menyayangkan kebijakan pemerintah yang menganggap bekerja satu jam dalam satu minggu sudah dinilai bekerja. Saat ini setidaknya sejuta juta pekerja yang berkurang dari Jamsostek. "Ini karena mereka bekerja di sektor informal," tutur dia.
Ia meminta pemerintah memberikan insentif bagi investasi ke sektor yang banyak menyerap tenaga kerja. Selama ini banyak investor mengeluh karena kakunya Undang-Undang Ketenagakerjaan di Indonesia. "Itu selalu mereka persoalkan," katanya.
Undang undang ini, kata dia, antara lain menetapkan pesangon 32 kali gaji. "Ini besar sekali," ujarnya. Selain itu juga soal aturan yang tidak mudah mengeluarkan pekerja karena terlibat tindak pidana kriminal. Ia juga meminta sistem pengadilan hubungan industrial yang cepat dan efektif. "Sekarang untuk sampai ke kasasi di Mahkamah Agung butuh tiga sampai lima tahun," katanya.
Sofjan mengungkapkan saat ini Cina sudah tidak lagi menerima investasi di skala menengah. Investasi tersebut sekarang masuk ke Vietnam, kamboja dan Thailand. Ia menyarankan agar pemerintah menghilangkan ekonomi biaya tinggi, termasuk menurunkan suku bunga perbankan. "Jangan seperti sekarang, kata dia banyak hot money (aliran modal luar negeri dalam jangka pendek) yang masuk ke Indonesia," ujar dia.
IQBAL MUHTAROM