TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo Shinta Kamdani mengatakan revisi Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 soal Ketenagakerjaan tidak bakal merugikan buruh. Ia mengatakan perubahan itu diperlukan demi kepentingan dua belah pihak, pengusaha dan pekerja.
Baca: Alasan Hanif Dhakiri Berkukuh Revisi UU Ketenagakerjaan
"Sehingga perlu dibuka dialog untuk menyepakati rencana amandemen UU ini secara lebih komprehensif," ujar Shinta melalui pesan singkat Rabu malam, 10 Juli 2019.
Shinta lantas mengomentari sejumlah poin usulan pengusaha yang dikhawatirkan buruh, salah satunya soal pesangon. Menurut dia, skema anyar pesangon tidak bakal merugikan buruh, karena konsepnya sedang dipertimbangkan untuk memberikan kebijakan unemployment benefits. "Jadi tidak memberatkan pengusaha dan pekerja."
Di samping itu, soal skema hubungan ketenagakerjaan juga hingga kini masih dibahas dan belum ada usulan konkrit. Namun, ia memastikan semua usulan itu tetap dalam koridor menjaga kesejahteraan pekerja, terutama terhadap komposisi 50 persen tenaga kerja yang berpendidikan SMA ke bawah.
"Sehingga filosofi dari amandemen RUU ini adalah multi benefit, untuk dapat juga meningkatkan daya saing maupun menciptakan iklim investasi yang kondusif," kata Shinta.
Sebelumnya, Gerakan Buruh Bersama Rakyat alias Gebrak menyatakan menolak rencana pemerintah dan usulan pengusaha soal revisi Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasalnya, usulan itu dinilai bakal merugikan dan memiskinkan buruh.
"Kami menolak tegas revisi Undang-undang Ketenagakerjaan dan mendorong kebijakan yang pro-buruh," ujar Ketua Umum Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos, kemarin. Ia mendorong pemerintah menggandeng serikat buruh dalam merevisi beleid itu, tidak hanya dari sudut pandang pengusaha.
Menurut Nining, belakangan pemerintah hendak mendorong UU Ketenagakerjaan agar lebih fleksibel. Namun, ia khawatir dengan fleksibilitas itu, hak-hak pekerja justru tidak terpenuhi. Salah satu kecemasannya adalah soal pemutusan hubungan kerja yang lebih mudah. "Pemerintah belakangan lebih mengutamakan kemudahan investasi dan infrastruktur, namun hasilnya jauh dari harapan kaum buruh," tutur Nining.
Gebrak melihat revisi undang-undang itu cenderung mengutamakan usulan pengusaha ketimbang pekerja. Imbasnya, banyak hak buruh yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan yang dilanggar.
Perwakilan Sentra Gerakan Buruh Nasional, Manto, mengatakan saat ini banyak aturan yang merugikan kaum buruh. Sehingga bila direvisi ia khawatir semakin merugikan. Padahal, semestinya aturan yang ada menjadi pedoman penegakan hak buruh. "Di SGBN masih banyak anggota kita yang bekerja di perusahaan dibayar di bawah UMP dan jam kerja masih melanggar UU yang ada," tutur dia.
Baca: Tolak Revisi UU Ketenagakerjaan, Ini Hal yang Disoroti Buruh
Karena itu, Manto menilai pemerintah semestinya menggandeng kaum buruh dalam penyusunan revisi beleid ketenagakerjaan itu, bukan hanya mengundang pengusaha. Dengan demikian, ia mengingatkan Jokowi agar tidak membuat aturan yang merugikan rakyat.