Dari sisi moneter, menurut dia, ekspansi terlihat dari meningkatnya uang primer pada September yang naik sebesar 2,79 persen (month on month).
“Kenaikan uang primer ini merupakan antisipasi dari faktor musim, yaitu puasa dan lebaran. Permintaan uang memang cenderung menguat,” kata Lana dalam analisis mingguan Samuel Sekuritas periode 5-9 Oktober yang diperoleh Tempo di Jakarta hari ini.
Dari informasi yang diumumkan Bank Indonesia, dia menambahkan, tambahan uang tunai yang dicadangkan sampai Rp 53,4 triliun.
Kenaikan uang primer pada September disebabkan oleh faktor-faktor berikut:
1. Naiknya cadangan devisa sebesar 7,5 persen (month on month). Masuknya devisa dari penarikan pinjaman, terutama pinjaman Dana Moneter Internasional (IMF), ikut memberi sumbangan kenaikan uang primer;
2. Turunnya posisi Sertifikat Bank Indonesia sebesar 6,6 persen (month on month), karena bank mengurangi penempatan dananya dalam bentuk SBI;
3. Pencairan fiskal, yang telihat dari meningkatnya tagihan bersih kepada pemerintah sebesar 7,8 persen (month on month). Akibat ekspansi di September ini, uang primer mengalami ekspansi secara tahunan untuk pertama kalinya di tahun ini sebesar 2,79 persen (year to date).
Lana menambahkan, sebelumnya likuiditas cenderung terkontraksi dengan pertumbuhan uang primer yang selalu turun. Secara tahunan, hampir semua indikator menunjukkan ekspansi kecuali posisi operasi pasar terbuka yang sebagian besar merupakan SBI, yang masih meningkat (kontraksi) sebesar 3,9 persen (year to date).
“Kontraksi juga masih terjadi untuk tagihan bersih kepada pemerintah yang masih negatif 16 persen (year to date),” ujarnya.
Hal ini, menurut Lana, menunjukkan pencairan fiskal masih belum berubah polanya, tinggi di akhir tahun dan rendah di pertengahan tahun. Pola fiskal ini membuat fungsi stimulus untuk pembangunan
menjadi tidak optimal. Dorongan moneter terhadap perekonomian masih dominan.
GRACE S GANDHI