TEMPO Interaktif, Jakarta - PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) kembali meluncurkan Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA). Kali ini nilai totalnya Rp 391 miliar, yang dibagi menjadi kelas A sebesar Rp 360 miliar dan kelas B Rp 31 miliar.
"Kami harap instrumen ini bisa meningkatkan gairah investasi pasar modal, dan diikuti penerbitan instrumen lain yang terkait dengan pasar sekunder pembiayaan perumahan," kata Direktur Utama Saran Erica Soeroto dalam jumpa pers di Manggala Wanabhakti, Selasa (8/9). "Daripada menyimpan dana di deposito, kami sarankan investor menempatkan dananya di produk ini, sehingga keuntungan didapat namun uangnya bisa bermanfaat untuk sektor riil."
Produk investasi berjangka waktu tiga tahun ini ialah hasil sekuritisasi atas lebih dari 15 ribu unit tagihan kredit pemilikan rumah terpilih yang dibeli dari PT Bank Tabungan Negara (Persero). Untuk kelas A, Sarana menawarkan bunga 100-175 basis poin di atas surat utang negara FR 051. Dengan bunga FR 051 yang sekarang 9,4-9,5 persen, produk yang mendapat peringkat idAAA dari PT Pemeringkat Efek Indonesia ini memberi kisaran imbal hasil 10,4-11,25 persen.
Direktur PT Standard Chartered Securities, penata dan penjamin pelaksana emisi efek, Agus Wicaksono mengatakan tingkat bunga untuk kelas B akan lebih besar ketimbang kelas A, karena tingkat risikonya juga lebih tinggi. Namun angka kupon bunga yang final masih menunggu masa pembentukan harga usai, yakni seminggu setelah Lebaran. "Produk ini akan dicatatkan di Bursa Efek Indonesia pada pertengahan Oktober," lanjutnya.
Seperti efek beragun aset yang pertama, penerbitan ini juga dilansir untuk mengatasi ketidakcocokan pendanaan kredit perumahan. Bank umumnya memberi kredit berjangka panjang, sementara sumber dana seperti deposito dan tabungan berjangka pendek.
Sebelumnya, dalam penerbitan pertama Februari lalu, Sarana meluncurkan efek senilai Rp 111 miliar, yang terbagi dalam kelas A (Rp 100 miliar) dan kelas B (Rp 11 miliar). Namun efek kelas A hanya laku Rp 11 miliar, dan sisanya diserap Sarana sendiri.
Agus yakin kejadian serupa tak bakal terulang. Pasalnya investor telah lebih paham mengenai produk baru tersebut, dan perusahaan Dana Pensiun sudah dibolehkan membelinya. Sementara pada penerbitan pertama, hanya ada waktu sosialisasi sebulan antara pengesahan peraturan dan penerbitan, sehingga tak banyak pemodal yang mengerti, sedangkan Dana Pensiun belum diperbolehkan menempatkan dananya di efek ini.
Direktur Sarana Sutomo menambahkan, dari Rp 89 miliar yang diserap perusahaannya pada penerbitan pertama, sekitar Rp 39 miliar telah dilepas ke pasar sekunder. "Sekarang tinggal sekitar Rp 50 miliar," ucapnya.
BUNGA MANGGIASIH