TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo berujar akan berkontribusi membantu menurunkan angka stunting di Indonesia. Hal tersebut merupakan perintah Presiden Prabowo Subianto. "Demikian juga dari sisi kesehatan, kami dari PU juga mendapatkan tugas untuk mengurangi stunting," ujarnya dalam rapat kerja bersama Komisi V DPR RI di Jakarta, Rabu, 30 Oktober 2024.
Untuk merealisasikan program tersebut, Dody mengatakan akan melakukan perbaikan pada infrastruktur dasar dengan menjalankan program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas). "Jadi penyediaan air bersih baku untuk masyarakat berbasis masyarakat, kemudian sanitasi berbasis masyarakat," kata Dody.
Selain itu, Dody berencana meningkatkan proyek-proyek berbasis masyarakat yang menjadi bagian dari proyek Kementerian Pekerjaan Umum. Menurutnya, langkah ini dapat menjadi solusi atas berbagai masalah, terutama di tengah banyaknya kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di sejumlah perusahaan. "Itu akan jadi salah satu tugas pokok kami di kementerian, di samping Pak Presiden membentuk badan khusus pengentasan kemiskinan," katanya.
Kemudian, Dody berkomitmen untuk memperluas program yang memberdayakan masyarakat. Ia menekankan bahwa program-program yang langsung berdampak pada masyarakat akan menjadi prioritas kementeriannya. "Tugas pokok kami adalah memperbanyak poin-poin yang berhubungan dengan masyarakat luas, kita berdayakan masyarakat kita," katanya.
Sebelumnya, berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia yang dilakukan Kementerian Kesehatan, prevalensi stunting per Juni 2023 tercatat sebesar 21,5 persen. Angka itu masih belum memenuhi standar WHO di bawah 20 persen. "Dengan prevalensi 21 persen itu, Indonesia masih berada di deretan lima besar negara dengan stunting tertinggi di Asia Tenggara," kata peneliti Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Betta Anugrah, kepada Tempo, Kamis, 17 Oktober 2024.
Menurut Betta, meski prevalensi stunting menurun dalam satu dekade pemerintahan Jokowi, jumlahnya cenderung lamban. Sejak 2014 hingga 2024, rata-rata penurunan prevalensi stunting hanya sebesar 1,2 persen. "Di tahun 2024 ini bahkan sangat rendah, 0,1 persen," ujar Betta.
Betta menilai penyebab rendahnya rata-rata penurunan prevalensi stunting karena penggunaan anggaran yang tidak tepat. Dia mengatakan penanganan stunting di banyak daerah bersifat insidental dan tanpa audit data yang konsisten.
Dia mengatakan sebagian besar anggaran penanganan stunting digunakan untuk membereskan masalah di hilir. Padahal, kata dia, stunting merupakan persoalan yang disebabkan oleh banyak faktor, kemiskinan ekstrem, hingga akses yang sulit terhadap pelayanan kesehatan.
Pilihan editor: Kasus Sritex Gambarkan Kondisi Industri Tekstil RI, Ekonom Celios Sebut Pemerintah Kehabisan Ide