Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan deflasi disebabkan oleh demand pull inflation yang rendah. Artinya, sisi permintaan belum bisa mendorong harga barang jasa naik.
Bahkan, menurut Bhima, deflasi kali ini merupakan fenomena tidak normal. “Indonesia usia produktifnya sedang booming, tapi kenapa deflasi? Ini tanda abnormal bagi sebuah ekonomi negara berkembang,” kata dia kepada Tempo.
Salah satu pemicu lain dari deflasi beruntun kali ini, Bhima menjelaskan, adalah pendapatan yang dapat dibelanjakan atau disposable income terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita yang semakin turun. “Menunjukkan uang yang bisa dibelanjakan rata rata masyarakat menurun,” tuturnya.
Jokowi mengatakan deflasi dan inflasi sama-sama harus dikendalikan agar stabil dan tidak merugikan semua pihak. Ia juga sempat menyinggung soal inflasi tahunan (year on year/yoy) pada September 2024 yang dinilainya sudah baik.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada September 2024 tercatat sebesar minus 0,12 persen (MtM). Angka tersebut menunjukkan tren deflasi beruntun selama lima bulan terakhir sejak Mei 2024. Rinciannya adalah deflasi 0,03 persen pada Mei, 0,08 persen pada Juni, 0,18 persen pada Juli, dan 0,03 persen pada Agustus.
Adapun, inflasi tahunan tercatat sebesar 1,84 persen yoy dan inflasi tahun kalender 0,74 persen (year to date/ytd).
Antara