Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kru Film Meninggal, Marcella Zalianty: Itu Peringatan Keras bagi Dunia Perfilman

Reporter

Editor

Aisha Shaidra

image-gnews
Marcella Zalianty/Foto: Instagram/Marcella Zalianty
Marcella Zalianty/Foto: Instagram/Marcella Zalianty
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Persatuan Artis Film Indonesia 1956, Marcella Zalianty, menyatakan meninggalnya kru film, Rifqi Novara, menjadi peringatan keras terhadap dunia perfilman. Rifqi meninggal setelah kecelakaan saat pulang dari lokasi syuting. Diduga penyebab kecelakaan karena kelelahan dan kantuk akibat jam kerja berlebihan.

"Itu menjadi peringatan keras sebetulnya bahwa jam kerja dan jam istirahat dalam pekerjaan, khususnya di industri perfilman menjadi hal sangat penting," kata Marcella, melalui sambungan telepon pada Jumat malam, 30 Agustus 2024.

Baca juga:

Dia mengatakan, problem yang dialami Rifqi itu juga dialami banyak aktor film yang bekerja melampaui waktu semestinya. Akhirnya, kata dia, mereka akan menanggung sakit di hari tua. "Itu sama dengan kru atau pekerja film lainnya yang tidak memiliki jam kerja yang tidak diatur dalam regulasi khusus dan diduduki undang-undang," ucap dia.

Padahal, setiap pekerja profesi harus mendapatkan perlindungan jam kerja dan jaminan sosial, dan hak atas pekerjaannya atau hak atas jasa mereka. Perlindungan kerja, jaminan sosial, dan hak atas pekerjaan pekerja industri film, kata Marcella, harus mempunyai payung hukum yang jelas.

Menurut pemeran dalam film Brownies ini, Parfi 56 berencana mendorong revisi Undang-Undang Perfilman serta mendorong Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif agar mengeluarkan peraturan khusus yang memberikan hak-hak pekerja ekonomi kreatif untuk mendapatkan jaminan tersebut, terutama jaminan perlindungan. 

Baca juga:

Dia mengatakan, Parfi 56 akan mendorong supaya pekerja film dilindungi undang-undang, mendapatkan sertifikasi, pendidikan, dan perlindungan kerja. Menurut Marcella, dalam UU Ketenagakerjaan ada aturan jam kerja untuk seluruh pelaku pekerja industri antara 40 sampai 54 jam dalam seminggu—termasuk lembur. Dalam enam hari kerja, sehari bekerja terhitung sekitar 10 jam kerja.

Menurut dia, 10 jam kerja dalam sehari sangat ideal. Namun itu sulit jika diberlakukan bagi pekerja di industri perfilman. Dia mencontohkan, berapa jam editor, penulis, bekerja. "Sehingga kita tidak bisa merujuk hanya kepada Undang-Undang Ketenagakerjaan dalam hal satu ini, tapi bisa dengan mengatur waktu istirahat yang cukup," ujar produser pementasan teater Laksamana Malahayati itu.

Aturan jam kerja diatur dalam UU Ketenagakerjaan dan diperbarui dalam UU tentang Cipta Kerja. Omnibus law ini mengatur dua skema jam kerja berlaku di perusahaan. Pertama 7 jam kerja dalam sehari atau 40 jam dalam seminggu yang berlaku untuk 6 hari kerja dengan ketentuan libur 1 hari; 8 jam kerja dalam sehari atau 40 jam dalam satu minggu berlaku untuk 5 hari kerja dengan ketentuan libur 2 hari.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Perlu ada kesepakatan antara pemberi kerja dan pekerja dalam sebuah aturan yang mengatur mekanisme jam kerja yang sehat untuk semua pihak. "Karena kecelakaan ini terjadi akibat over work. Mungkin kurang istirahat," kata penerima penghargaan Pemeran Utama Wanita Terbaik dalam Festival Film Indonesia 2005 itu.

Dengan pengalaman ini, Marcella menyarankan agar setiap asosiasi atau organisasi perfilman duduk bersama membicarakan sebuah kesepakatan jam kerja terbaik untuk semua. Karena jam kerja aktor dan kru, kata dia, tidak bisa disamakan. "Misalnya kru mulai bekerja ketika setting lampu atau tiba di lokasi. Sementara aktor, misalnya, mulai bekerja dari mulai make up," ujarnya.

Hasil kesepakatan asosiasi produser, asosiasi pekerja kru film, bisa menciptakan ekosistem dunia kerja yang sehat. Misalnya dihitung jam kerja sehari 10 jam. Dua jam dipakai untuk datang ke tempat kerja dan kembali ke rumah. "Saya percaya sekali, jam kerja yang sehat, manusiawi, akan menghasilkan kualitas produksi yang bagus," ucap dia.

Sebab itu, dia menjelaskan jam kerja dalam UU Ketenagakerjaan lebih banyak mengatur soal jam kerja sektor formal. Sementara dunia perfilman adalah sektor nonformal. Sama seperti pelukis, penyanyi, atau pekerja seni lainnya, jam kerja mereka tidak bisa disamaratakan. "Misalnya disc jockey, dia baru kerja jam 12 malam," ucapnya.

Perihal meninggal Rifqi, Marcella menyampaikan belasungkawa. Kepergian kru film ini pun mendapatkan respons luas dari para aktris maupun sutradara seperti Joko Anwar. Mereka secara bersamaan mengunggah peringatan bertajuk Stand Up for Safer Film Sets Indonesian Film Production.

Ada tiga poin yang dituntut dalam unggahan tersebut. Pertama, jam kerja sehat agar semua kru film bisa menjaga keselamatan dan kesehatannya. Kedua, jarak aman 12 jam yang mengacu pada minimnya istirahat kru untuk kembali ke lokasi syuting. Ketiga, asuransi yang memberikan proteksi terhadap para pekerja film.

Pilihan editor: Tolak Jabatan Menteri di Pemerintahan Prabowo, Hashim Djojohadikusumo Sebut Bakal jadi penyampai Pesan

Iklan


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada