TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Jokowi melantik Thomas M. Djiwandono sebagai Wakil Menteri Keuangan II, bersama pengangkatan Wakil Menteri Pertanian Sudaryono dan Wakil Menteri Investasi Yuliot Tanjung, Kamis, 18 Juli 2024.
Thomas atau biasa disapa Tommy adalah keponakan presiden terpilih Prabowo Subianto, yang ditunjuk sebagai anggota Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran yang bertugas menjembatani pemerintahan baru dengan pemerintahan Jokowi.
Penunjukan anak sulung mantan Gubernur Bank Indonesia, Soedradjat Djiwandono, ini mendapat sorotan dari sejumlah pihak. Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P. Sasmita menduga pelantikan Tommy menjadi wamenkeu adalah persiapan sebagai kandidat menteri keuangan menggantikan Sri Mulyani.
"Pertama, tentu untuk mempermudah proses transisi anggaran, dari platform Jokowi-Sri Mulyani ke platform baru yang nanti akan digunakan pemerintahan baru," katanya kepada Tempo pada Kamis, 18 Juli 2024.
Kemudian, dia menambahkan, pengangkatan Thomas Djiwandono sebagai wakil menteri itu juga sebagai ajang magang dia sebelum menjadi menteri keuangan. "Dengan kata lain, Thomas boleh jadi adalah sosok yang akan menduduki bangku menteri keuangan nanti di pemerintahan baru, sebagai pengganti Sri Mulyani."
Bagaimana pun, kata dia, Menteri Keuangan adalah kursi strategis yang memang perlu dikuasai oleh presiden. Opsinya, Prabowo bisa mengambil dari kalangan profesional seperti Jokowi mengambil SMI, tapi tetap bisa dikendalikan dan tetap bisa mendukung kebijakannya, atau bisa pula mengambil dari partai yang latar belakangnya memenuhi.
"Nah, Thomas Djiwandono masuk kriteria kedua. Beliau adalah bendahara partai yang memiliki latar pendidikan master ekonomi internasional," tuturnya.
Oleh karena itu, menurut Ronny peluang Thomas sangat besar untuk duduk di kursi Menkeu setelah Prabowo-Gibran dilantik. "Sehingga, selain bisa memperlancar transisi anggaran, juga Thomas bisa beradaptasi selama beberapa bulan untuk bersiap-siap menduduki posisi tertinggi di Kemenkeu nantinya."
Jika demikian, kata dia maka bisa jadi keputusan mendudukkan Thomas Djiwandono di bangku Wamenkeu sebagai sinyal untuk pasar tentang gambaran sosok pengganti Sri Mulyani nantinya. Asumsi Ronny bukan tanpa alasan. Menurut dia, transisi anggaran tidak terlalu membutuhkan penambahan posisi.
"Toh, tidak pernah juga terjadi sebelumnya. Dari Susilo Bambang Yudhoyono ke Jokowi tetap berjalan mulus transisi anggaran tanpa penambahan Wamen baru, walaupun platform ekonomi keduanya cukup berbeda." Sementara itu, visi Jokowi dan Prabowo tidak terlalu berbeda, sebab Prabowo sering mengklaim pemerintahannya sebagai lanjutan dari rezim Jokowi.
Bagi Ronny, adanya Tim Gugus Tugas Sinkronisasi sudah lebih dari cukup. Dia mengatakan, pemerintahan Jokowi masih punya kuasa atas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025. Kemudian, jatah pemerintahan baru mulai di APBN-Perubahan 2025.
"Sesederhana itu saja sebenarnya. Soal transisi ini jadi panjang karena presiden terpilih ingin programnya lebih cepat diakomodasi di APBN yang notabene masih di bawah otoritas pemerintahan Jokowi," ujarnya.
Mitigasi Risiko Fiskal
Analis Kebijakan Ekonomi asosiasi pengusaha Indonesia (Apindo), Ajib Hamdani menilai pemilihan Wamen dari tim sinkronisasi sudah dipertimbangkan dengan matang. “Posisi Wakil Menteri Keuangan yang diisi oleh seorang Thomas Djowandono menunjukkan Prabowo Subianto ingin memitigasi semua risiko fiskal sejak dini,” kata dia lewat pernyataan resmi dikutip Jumat, 19 Juli 2024.
Tommy sebagai bendahara umum Partai Gerindra adalah posisi yang menurut Ajib sangat lekat dengan pengelolaan dana dan keuangan. Walaupun kebijakan fiskal mempunyai wilayah yang berbeda, tetapi keahlian dan pengalamannya dianggap akan bermanfaat dalam manajemen yang akuntabel.
Kementerian Keuangan menjadi posisi sangat disorot karena kebijakan fiskal yang tengah menghadapi tantangan cukup rumit. Sejak era pandemi, terjadi realokasi dan refocusing dana yang mengakibatkan perjalanan kementerian tidak seideal seperti di awal pemerintahan. “Scaring effect ini masih terus berlanjut,” kata dia.
Bahkan tahun 2025 ada utang jatuh tempo sebesar Rp 800 triliun yang harus ditanggung negara. Ini menurut Ajib membuat ruang fiskal semakin sempit. Ditambah lagi dengan program populis Prabowo berupa makan bergizi gratis yang memerlukan alokasi yang cukup signifikan menguras fiskal, Rp 71 triliun per tahun.
Berikutnya: Pernyataan Sri Mulyani