Sementara itu, Ketua Umum API Jemmy Kartiwa Sastraatmaja menyebut merosotnya produksi tekstil dan produk turunannya karena pasar domestik dibanjiri oleh produk impor. Ia mengatakan produk dalam negeri kalah bersaing dengan barang impor karena harganya lebih murah.
"Turunnya permintaan karena harga produk TPT Indonesia tidak dapat bersaing dengan produk impor. Produk dalam negeri bersaing dengan produk impor yang lebih murah," katanya.
Anjloknya permintaan tekstil berdampak pada turunnya produksi di sejumlah pabrik. Akibatnya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal marak terjadi di sentra-sentra industri tekstil. Jemmy mengatakan pusat industri yang paling terdampak berada wilayah di Jawa Barat dan Jawa Tengah.
"Hingga Mei 2024, total PHK yang terjadi di industri TPT kurang lebih terdapat 10.800 tenaga kerja yang terkena PHK. Hingga kuartal I-2024 terjadi kenaikan jumlah PHK sebesar 3.600 tenaga kerja atau naik sebesar 66,67 persen secara year on year (yoy)," katanya.
Sebelumnya, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) mengungkapkan informasi terbaru perihal rencana investasi perusahaan asing untuk membangun pabrik tekstil di Indonesia.
Deputi Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto mengatakan perusahaan asing yang akan menanamkan modalnya di Indonesia untuk pabrik tekstil berasal dari Cina dan Singapura.
Namun Seto enggan menyebutkan nama-nama perusahaan yang disebut akan berinvestasi tersebut. "Sekarang sudah 12 (perusahaan)," kata Seto kepada Tempo, Kamis, 27 Juni 2024.
Seto mengatakan lokasi pabrik tekstil tersebut rencananya berada di wilayah Pulau Jawa, meliputi Jawa Barat dan Jawa Tengah. "Lokasi di Subang, Brebes, Karawang, Klaten, Solo, dan Sukoharjo," katanya.
NANDITO PUTRA | ANISSA FEBIOLA
Pilihan Editor: Ada 60 Ribu Paspor Telat Terbit saat Pusat Data Nasional Diretas Pekan Lalu