TEMPO.CO, Jakarta - Kader Hijau Muhammadiyah (KHM) mendesak ormas keagamaan, khususnya Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, menolak konsesi tambang yang ditawarkan oleh pemerintah. Konsesi tambang itu dinilai bertentangan dengan sejumlah keputusan yang pernah diambil oleh PP Muhammadiyah.
“Muhammadiyah secara kelembagaan harus bersikap tegas menolak tawaran aturan pemerintah mengenai izin kelola pertambangan yang berpotensi merusak hajat keseimbangan kehidupan,” tulis organisasi itu dalam siaran persnya, dikutip Ahad, 16 Juni 2024.
KHM mencontohkan, keputusan Muktamar Muhammadiyah ke144 pada 2000 mengamanatkan organisasi itu untuk berkomitmen memakmurkan bumi serta tidak merusak alam. Selain itu, ada pula Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah yang memuat uraian khusus tentang panduan kehidupan dalam melestarikan lingkungan hidup.
“Lingkungan hidup sebagai alam sekitar dengan segala isi yang terkandung di dalamnya merupakan ciptaan dan anugerah Allah yang harus diolah/dimakmurkan, dipelihara, dan tidak boleh dirusak,” bunyi pedoman itu.
Tak berhenti di situ, KHM menyebut Muktamar Muhammadiyah ke-48 pada 2022 menerbitkan Risalah Islam Berkemajuan. Pada muktamar itu, Muhammadiyah mengajak masyarakat dunia mengawal berbagai regulasi yang dapat membahayakan lingkungan dan kehidupan umat manusia.
Baca juga:
KHM menilai Muhammadiyah harus tetap konsisten dalam membangun bangsa sesuai cita-citanya serta menjauhkan diri dari kemudaratan. Apalagi, kemudaratan itu membawa kesengsaraan bagi umat, bangsa, dan alam. Mereka meminta Muhammadiyah berpegang teguh pada landasan untuk membangun masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Praktiknya hari ini, tulis KHM, pertambangan khususnya mineral dan batubara menjadi kasus penjarahan yang memberikan trauma mendalam kepada masyarakat. Mereka menyebut tanbang telah menggusur masyarakat adat, mencemarkan lingkungan, dan memiskinkan warga lokal.
“Kita melihat ada begitu banyak usaha pertambangan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak kompeten atau justru sengaja tidak kompeten untuk memaksimalkan laba,” tulis KHM.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti, sebelumnya menyatakan tidak akan tergesa-gesa terkait konsesi tambang yang ditawarkan oleh pemerintah. “Tidak akan tergesa-gesa dan mengukur diri agar tidak menimbulkan masalah bagi organisasi, masyarakat, bangsa, dan negara," kata Abdul Mu’ti dalam keterangan pers, Ahad, 9 Juni 2024.
Abdul Mu'ti mengatakan Muhammadiyah belum ada keputusan akan menolak atau menerima konsesi tambang tersebut. Organisasi keagamaan Islam terbesar kedua setelah NU itu menegaskan akan mengkaji semuanya dari berbagai aspek dan sudut pandang yang menyeluruh.
Sebelumnya Presiden Jokowi akhirnya menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Aturan itu mengizinkan ormas keagamaan untuk mengelola izin usaha tambang di dalam negeri.
Kebijakan itu yang kemudian menimbulkan kontroversi karena adanya kekhawatiran soal kemampuan ormas untuk mengelola bisnis pertambangan secara efektif. Akibatnya, pengelolaan tambang tersebut dikhawatirkan malah akan menimbulkan konflik sosial dan kerusakan lingkungan yang kian besar.
Sejumlah pihak bahkan menilai pemberian hak pengelolaan tambang ini hanya upaya pemerintah membagi-bagikan “kue” bisnis kepada ormas keagamaan.
Pilihan Editor: PBNU Dapat IUP Tambang Batu Bara Eks KPC, Ini Potensinya