TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Perwakilan Daerah RI, Casytha Arriwi Kathmandu mempertanyakan potongan iuran tabungan perumahan rakyat atau Tapera kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Menurut dia pengusaha dan pekerja sudah menanggung banyak potongan, dan iuran perumahan disebut membebankan.
Sri Mulyani mengatakan pemerintah sudah menggelontorkan anggaran untuk membantu Masyarakat Berpenghasilan Rendah atau MBR untuk mengakses perumahan. Sejak 2015-2024, pemerintah telah mengeluarkan total Rp 228,9 triliun dari APBN. “Dana itu sangat besar kalau mau dibanding total dana yang dikumpulkan dari potongan 3 persen,” kata Sri Mulyani saat rapat dengan Komisi IV DPD di Senayan, Selasa 11 Juni 2024.
Sebelumnya disebutkan estimasi pengumpulan dana dari Tapera sebesar Rp 50 triliun sampai sepuluh tahun yang akan datang. Menurut Sri Mulyani, uang yang digelontorkan APBN masih lebih besar dibanding Tapera kalau terkumpul.
Menurut Sri Mulyani, dana dari APBN tidak akan hilang meski kebijakan iuran Tapera diberlakukan. Ia mencontohkan dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang mencapai Rp 105 triliun ke BP Tapera sampai saat ini, dan masih akan terus bergulir ke depannya. “Kami memahami beban, tapi APBN juga mengurangi beban dengan berbagai cara, termasuk dengan memutar dana FLPP dari Rp 105 triliun menjadi Rp 167 triliun untuk MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah),” kata dia.
Bendahara negara juga memaparkan rincian anggaran perumahan tiap tahun. Pada 2015 pemerintah memasukan dana Rp 13,3 triliun untuk perumahan, btahun berikutnya meningkat menjadi Rp 15,25 triliun. Lalu pada 2017 angka tersebut naik menjadi Rp 18 triliun dan meningkat jadi Rp 18,81 triliun pada 2019. Saat pandemi pada 2020, dana dinaikan menjadi Rp 24,19 triliun. Kenaikan berlanjut pada 2021 sebesar Rp 28,95 triliun. Pada 2022 menjadi Rp 34,15 triliun dan 2023 Rp 31,88 triliun. Sedangkan tahun ini, dana APBN untuk perumahan pada 2024 sebesar Rp 28,25 triliun.