TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Ombudsman Republik Indonesia Yeka Hendra Fatika turut mengomentari potongan iuran tabungan perumahan rakyat atau Tapera yang bersifat wajib, bukan sukarela. Ia mengatakan kewajiban tersebut sudah diatur oleh undang-undang dan hanya dapat diubah dengan gugatan.
Menurut dia, BP Tapera hanya sebagai operator yang menjalankan aturan yang sudah ditetapkan. “Inisiatif UU Tapera ini justru datangnya dari DPR, bukan pemerintah,” ujar Yeka di Kantor BP Tapera, Jakarta, Senin 10 Juni 2024.
Polemik kewajiban iuran Tapera muncul sejak disahkannya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat. PP ini merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 4 tahun 2016 tentang Tapera. Pasal 7 ayat 1 UU Nomor 4 tersebut berbunyi, seluruh pegawai, baik PNS dan swasta maupun pekerja mandiri yang mendapatkan penghasilan sebesar upah minimum, wajib menjadi peserta Tapera.
Karena itu, Yeka menilai, jika ingin membatalkan kebijakan kewajiban iuran dari pemotongan gaji, maka harus mengubah undang-undangnya.
Ia memaparkan, inisiatif aturan ini pertama kali muncul pada periode kedua Presiden keenam, Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY, yakni 2009-2014. “Zaman SBY digagas dan ditolak, selanjutnya diajukan lagi, dan RUU (Rancangan Undang-Undang Tapera ini inisiatif pertama prolegnas periode 2014-2019, jadi ini inisiatif DPR,” ujarnya.
Yeka berasumsi ada beberapa pertimbangan mengapa pemerintah akhirnya menyetujui UU Tapera. Menurut dia, negara wajib menyediakan perumahan, tapi dalam bernegara ada pula kewajiban masyarakat, dan negara berhak mengatur kewajiban masyarakat.
“Yang kami pahami, melalui UU Nomor 4 Tahun 2016, DPR bersama pemerintah menyepakati bahwa masyarakat memiliki kewajiban juga dalam menabung,” kata Yeka
Merespons penolakan yang datang dari masyarakat, menurut Yeka, penerapannya masih bisa mundur dari rencana awal, yakni 2027, karena belum jelas mekanisme pemotongannya nanti dari mana. Ombudsman akan bersikap obyektif dalam menghadapi permasalahan ini, karena lembaga pelayanan publik tersebut hanya dapat mengawasi mal administrasi atau perbuatan melanggar undang-undang, sementara kebijakan Tapera sendiri merupakan amanat UU.
Pilihan Editor: Otorita IKN Minta Tambahan Anggaran Rp 29,8 Triliun untuk Tahun Depan