TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior Universitas Indonesia Faisal Basri menyebut tingkat pemerataan pembangunan jangka menengah di berbagai wilayah di Indonesia masih belum merata. Pembangunan masih tersentralisasi di Jawa mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah atau RPJM pemerintah.
“Jadi kan gagal total (pemerataan pembangunan),” kata Faisal dalam Diskusi Publik INDEF bertajuk Hari Lahir Pancasila: Ekonomi Sudah Adil untuk Semua? yang Tempo pantau melalui kanal Youtube INDEF pada Selasa, 4 Juni 2024.
Dalam diskusi itu Faisal juga mengutip RPJM periode 2013-2019. Pada periode tersebut Jawa tampak mengalami kenaikan dalam pemerataan dari angka titik pijak 58,0 pada 2013, 55,1 pada 2019, dan 59,0 yang terealisasi. Sementara itu, untuk kawasan di Maluku dan Papua justru mengalami penurunan, dari titik pijak angka 2,2 pada 2013, 2,9 pada 2019, dan 2,2 yang terealisasi.
“Menderita dari angka ini. Yang terjadi adalah sentralisasi di Jawa. Jadi isunya di Jawa dan luar Jawa, sentralistik yang berlebihan,” kata dia.
Oleh karena itu, ia menyebut Pancasila mestinya tak hanya jargon, tapi pemersatu antardaerah. Dalam proses perjalanan Indonesia dari negara serikat ke kesatuan, Faisal menyebut tujuan semua daerah bersatu agar nasib mereka lebih baik. Namun, kondisi yang terjadi seperti jauh panggang dari api.
Tak hanya itu, ia juga menyinggung soal luas wilayah dan simpanan nasional di Jawa dan Maluku atau Papua. Dalam catatan Faisal, luas Jawa hanya 7 persen dengan simpanan nasional 78,1 persen. Sedangkan di kawasan Maluku dan Papua luas wilayah mereka 9,8 persen dengan simpanan nasional 1,2 persen.
“Orang Maluku dan Papua barangkali nyimpennya di Jawa yang elite-elitenya, harusnya jadi warning, harus hati-hati kalau kita ingin merawat Indonesia ini sebagai satu kesatuan,” kata Faisal Basri.