TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah melalui PP Nomor Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tapera akan memungut iuran 3 persen dari penghasilan para pekerja. Pengemudi berbasis aplikasi akan menjadi target pungutan ini.
Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), Lily Pujiati, meminta Kementerian Ketenagakerjaan menyikapi penolakan dari pekerja berbasis aplikasi soal pungutan Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera. Lily meminta Kementerian Ketenagakerjaan segera menyelesaikan regulasi ihwal perlindungan kepada para pekerja berbasis aplikasi ini.
“Kami menolak potongan Tapera dan itu harus segera diputuskan dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan tentang perlindungan pekerja berbasis aplikasi termasuk Taksol (taksi online), Ojol (ojek online) dan kurir yang sedang diselesaikan Kemnaker,” kata Lily dalam keterangan tertulis pada Selasa, 4 Juni 2024.
Senyampang itu, SPAI juga minta Permenaker itu disahkan sebelum masa tugas Menaker berakhir pada Oktober mendatang.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker, Indah Anggoro Putri, mengatakan kementeriannya belum bisa memastikan apakah pekerja ojol bakal masuk kriteria peserta dari program Tapera. Indah menyebut hingga kini belum ada regulasi teknis yang mengatur soal kepesertaan tentang ojol. Namun, ia berencana akan membahas aturan itu dalam merumuskan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker).
Lily menyebut pungutan Tapera akan semakin memberatkan pengemudi angkutan online karena penghasilan mereka telah banyak terpotong untuk BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan. Parahnya, kata Lily, potongan BPJS itu semakin besar lantaran pengemudi berbasis aplikasi tak diakui sebagai pekerja.
“Parahnya potongan itu membesar karena status kami sebagai mitra dan bukan dianggap pekerja, maka aplikator lepas tangan untuk membayar iurannya. Semua iuran kami yang membayar,” kata Lily.
Tak hanya itu, Lily bercerita upah pengemudi berbasis aplikasi yang tak sampai UMP itu semakin terkuras karena dipotong aplikator sebesar 20 persen. Namun, tak jarang pihak aplikator juga memotong upah mereka hingga 30-70 persen alias di luar ketentuan yang berlaku.
“Pemerintah diam saja, tidak ada sanksi,” kata Lily.
Selain menghapus potongan Tapera, SPAI juga meminta Kementerian Ketenagakerjaan juga bisa memberi kepastian penghasilan untuk pengemudi berbasis aplikasi. Caranya, kata dia, dengan mengakui para pekerja ini agar bisa mendapat penghasilan sesuai UMP tiap bulan.
“Mengakui kami sebagai pekerja tetap agar kami mendapatkan UMP setiap bulan dan hak-hak kami sebagai pekerja sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan,” kata dia.
Beberapa komunitas dan serikat pekerja ojol juga menolak potongan Tapera ini. Mereka di antaranya Maluku Online Bersatu Nusantara, Gograber Indonesia, Serikat Pekerja Transportasi Indonesia (SEPETA), Serikat Pengemudi Roda Dua (SERDADU), Serikat Demokrasi Pengemudi Indonesia (SDPI).
Selanjutnya: Sikap Kementerian Ketenagakerajaan...