Alasan itulah yang kemudian dikritik Said Didu. "Dari awal saya pertanyakan kenapa PIK 2 dengan jalan tol yang dibangun itu menjadi PSN. Ternyata tujuannya adalah untuk menggusur rakyat," kata Said.
Bantahan Agung Sedayu Grup
Pengembang Agung Sedayu Grup (ASG) merespons pernyataan Muhammad Said Didu dalam video yang beredar tersebut. Melalui penasihat hukum perusahaan ASG, Haris Azhar Law n Firm mengultimatum agar Said memperbaiki pernyataannya.
"Fakta-fakta di atas berbanding terbalik dengan opini yang tidak tepat yang dibuat oleh Said Didu. Pihak perusahaan mengetahui yang bersangkutan merupakan pihak yang memiliki kepentingan, didmana dia memiliki tanah di sekitar wilayah pembebasan perusahaan," kata Haris ketika dihubungi.
Oleh sebab itu, kata Haris, Agung Sedayu Grup perlu meluruskan dan memberikan hak jawab atas pernyataan Said Didu yang tidak tepat, dangkal dan emosional, yang tidak didasarkan dengan bukti-bukti yang ada. "Untuk itu, kami meminta SD untuk memperbaiki pernyataanya," ucapnya.
Ada sejumlah poin bantahan tertulis yang dikirim ASG kepada Tempo, dibantaranya memuat hal harga penjualan tanah yang dibebaskan selama ini oleh perusahaan dan tidak pernah ada unsur pemaksaan. "Justru kami (perusahaan) sering melakukan pembelian tanah dengan harga di atas Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) dan harga pembelian tersebut sifatnya diumumkan secara terbuka," kata Haris.
Agung Sedayu Grup, kata Haris, juga sering harus berhadapan dengan pemain harga tanah (calo, broker) yang mana hal ini bisa dilihat dari berbagai persidangan kasus-kasus sengketa pertanahan di daerah pengembangan.
Tak hanya itu, pernyataan Said Didu tentang pemagaran air laut itu juga ditegaskan Haris tidak benar. "Kami sama sekali tidak pernah melakukan pemagaran laut yang menghalangi akses nelayan ke laut
sebagaimana yang dituduhkan SD," tuturnya.
Haris juga menyatakan PIK 2 merupakan salah satu perusahaan pengembangan kawasan properti yang masuk dalam salah satu PSN dengan nilai investasi Rp 40 Triliun. "Nilai investasi seluruhnya menggunakan biaya sendiri, tanpa menggunakan uang negara (APBN) maupun uang daerah (APBD) sepeserpun," katanya yang juga aktivis Hak Asasi Manusia dan pendiri LSM Lokataru di Jakarta.
Pilihan Editor: Ramai PIK 2 dan BSD jadi PSN, Ternyata Awalnya Diusulkan oleh Sandiaga dan Budi Gunadi